Ajaran Islam tentang Kesabaran

Banyak hal yang dapat membantu seseorang dalam menyanggah musibah yang menimpa dirinya. Di antaranya ialah berpegang teguh pada kesabaran. Kesabaran merupakan pangkal untuk meringankan beban penderitaan seseorang di kala tertimpa musibah. 

Sabar adalah akhlak baik yang mencegah manusia berbuat sesuatu yang tidak pantas atau tidak baik bagi dirinya. Sabar merupakan salah satu potensi kekuatan jiwa yang membuat jiwa menjadi baik serta terkontrol dalam menghadapi problematika kehidupan. 

Sabar bukan hanya ketika tertimpa musibah saja. Dalam hal ini, ‘Ali RA memberikan penjelasannya: “Sabar ada tiga macam, sabar di kala musibah, sabar mentaati perintah Allah dan sabar dalam menghadapi godaan maksiat”. 

Seseorang yang berlaku sabar dalam menghadapi musibah, dan beranggapan bahwa musibah itu datangnya dari Allah, maka ia akan memperoleh pahala. Apabila ia tidak mau berlaku sabar, maka jelas jiwanya akan merana dan tersiksa. 

Allah telah menjanjikan bagi orang-orang yang mau bersabar dengan pahala yang agung di sisi-Nya. Allah telah berfirman : 

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas”. (QS. 39 : 10). 

Dan Allah memberitahu kepada kaum muslimin, bahwa sabar adalah salah satu sarana untuk memperoleh pertolongan-Nya. Allah telah berfirman dalam ayat berikut ini : 

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. (QS. 2 : 153). 

Orang-orang yang berlaku sabar akan memperoleh kebaikan dunia dan akhirat. Dan pahala ini tak bisa diraih kecuali oleh para Nabi. Dalam ayat berikut ini Allah memberitakan kepada kaum muslimin, bahwa terkadang Allah mencoba sebagian hamba-hamba-Nya guna menguji kadar keimanan mereka. 

“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu; dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ikhwalmu”. (QS. 47 : 31). 

Ada suatu riwayat yang mengatakan bahwa ketika Nabi SAW sedang lewat di sebuah makam, menjumpai seorang wanita sedang menangis. Beliau bersabda padanya : 

“Takwalah kepada Allah dan berlaku sabarlah”. Wanita itu segera menjawab : “Janganlah kau campuri urusanku; kau tidak merasakan musibah yang menimpa diriku”. Ia tidak mengetahui bahwa yang berkata padanya itu adalah Rasulullah. Ketika diberitahu bahwa yang berkata tadi adalah Rasulullah SAW, ia bergegas meminta maaf, sambil berkata : “Saya tak mengetahui bahwa yang berkata adalah tuan”. 

Akhirnya beliau berpesan kepadanya :

 إنما الصبر عند الصدمة الأولى (رواه البخارى

“Sesungguhnya letak kesabaran itu hanya di awal musibah menimpa”( Hadits riwayat Bukhari). 

Musibah yang menimpa seseorang pada mulanya akan membuat jiwa terkejut dan guncang. Apabila seseorang berlaku sabar dalam menghadapinya, maka seterusnya akan dirasakan lebih ringan, yang dengan mudah akan dapat mengatasi dirinya. Ada suatu riwayat yang menceritakan, bahwa anak perempuan Rasulullah mengutus seseorang memberitahukan kepada beliau, bahwa anak lelaki yang dilahirkannya telah meninggal dunia. 

Mendengar berita ini segera Rasulullah menyuruh utusan itu pulang dan membawa pesan berikut :

 ان الله ما أخذ, وله ما أعطى, وكل يشئ عنده بأجل مسمى, فمرها فلتصبر ولتحتسب (رواه البخارى

“Allah berhak mengambil dan memberi sesuatu; segala sesuatu telah ditakdirkan oleh-Nya, maka beritakan padanya agar berlaku sabar dan mengembalikan segalanya kepada Allah”( Hadits riwayat Bukhari). 

Makna yang terkandung dalam hadits ini memang sangat dalam. Bagi seseorang yang bersedia merenungkan hadits tersebut, ia menghadapi segala cobaan itu dengan ringan. Karena, semua makhluk pada hakikatnya adalah milik Allah, apabila Allah mengambil sesuatu, maka berarti Allah mengambil hak-Nya yang dititipkan kepada seseorang. Apa yang telah diberikan Allah kepada seseorang bukanlah hak milik. Oleh karena itu, Allah berbuat sekehendak-Nya. Semua kejadian sudah ditentukan berdasarkan takdir Tuhan. Jadi, tidak ada musibah yang dicepatkan atau ditangguhkan, karena semua kejadian yang menimpa manusia telah ditentukan batasan-batasan waktunya. 

Apabila seseorang berlaku sabar ketika ditinggal mati oleh kekasihnya, kemudian ia berlaku sabar karena ingin mendapat pahala dari Allah, maka ia akan memperoleh pahala yang agung, dan sikap ini adalah merupakan belasungkawa yang terbaik. Kecewa takkan bisa mengembalikan mas yang hilang; sedih tak bisa mengembalikan orang yang telah mati; menangis pun tak ada faedahnya; dan rasa khawatir takkan bisa menolak bahaya. Jadi, tak ada sesuatu yang patut dilakukan ketika tertimpa musibah atau cobaan, kecuali berlaku sabar. 

Imam Syafi’i telah ditinggal mati oleh anak lelakinya, lalu orang-orang datang berduyun-duyun mengucapkan belasungkawa kepadanya. Beliau hanya mengucapkan bait berikut :

 وما الدهر الا هكذا فاصطبر له رزية مال أو فراق حبيب 

 “Demikianlah kehidupan itu, berlaku sabarlah, kehilangan harta benda atau berpisah dengan yang dikasihi”.

Posting Komentar untuk "Ajaran Islam tentang Kesabaran"