Pengertian, Kedudukan Anak Yatim dalam Islam

Dalam kitab Jawahirul Bukhari dikatakan bahwa pengertian anak yatim adalah anak yang ditinggal mati bapaknya dalam kondisi belum baliqh, masih kecil, atau belum dewasa. Sementara, Imani Zamakhsary menjelaskan bahwa anak yatim adalah orang yang bapaknya telah meninggal dunia. Pengertian ini berarti mencakup baik anak yang masih kecil maupun yang sudah besar atau dewasa. Hanya, tradisi Arab menyatakan bahwa yang layak menyandang sebutan sebagai anak yatim adalah anak yang masih kecil atau belum dewasa. Apabila seorang anak yatim telah tumbuh dewasa dan telah sanggup memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri maka gugurlah predikatnya untuk disebut sebagai anak yatim.

Di dalam Al-Qur’an sendiri menyebut kata yatim dalam beberapa kesempatan, yang semua merujuk pada nuansa muram seperti: ketakberdayaan, kelemahan, dan ketersisihan. Dan, memang dalam praktiknya, hak-hak anak yatim seringkali terlanggar. Harta mereka dirampas’, dan menjadi rebutan, bahkan oleh keluarga mereka sendiri. Ini terjadi karena tidak adanya lagi pelindung dan pengayom kehidupan- bapak mereka.

Oleh sebab itu, Islam memerintahkan kepada setiap umatnya untuk berbuat baik terhadap anak yatim; memperhatikan dan melindungi kebutuhan hidup mereka. Kedudukan anak yatim sangat penting dalam kehidupan mereka. .Mereka tidak boleh lagi dihardik, disisihkan,dan diperlakukan dengan tidak adil.

Firman Allah swt di dalam Al-Qur’an yang berbunyi sebagai berikut:

 فَأَمَّا ٱلۡيَتِيمَ فَلَا تَقۡهَرۡ ٩

Artinya: Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang

dengan iirman-Nya, ‘'Adapun terhadap anak yatim maka mtngunlak kamu berlaku sewenang-wenang. (Q.S. Adh-Dhuha [93j: 9)


Rasulullah saw bersabda yang artinya: Barangsiapa yang mengasuh tiga anak yatim, dia bagaikan bangun pada malam hari dan puasa pada siang harinya, dan bagaikan orang yang keluar setiap pagi dan sore menghunus pedangnya untuk berjihad fi sabilillah. Dan, kelak di surga bersamaku bagaikan saudara, sebagaimana kedua jari ini, yaitu jari telunjuk dan jari tengah.” (H.R. Ibnu Majah)

Baca juga

Yang menjadi salah satu alasan di balik perhatian Nabi Muhammad saw terhadap nasib anak yatim adalah dikarenakan Nabi sendiri sejak kecil telah ditinggal oleh ayah yang bernama Abdullah. Sehingga, Rasulullah SAW tidak hanya mengetahui perasaan anak yatim, bahkan beliau merasakan sendiri rasanya hidup tanpa belaian dan kasih sayang seorang ayah.

Perasaan baik berupa simpati dan empati yang ditunjukkan oleh Nabi Muhammad Rasulullah SAW bukanlah sesuatu yang kosong, pura-pura, namun perasaan beliau adalah nyata berdasarkan pengalaman hidup beliau. Melalui hadits tersebut, Rasulullah SAW mengajak seluruh umatnya yaitu kaum muslimin, untuk menyayangi anak yatim, memperhatikan urusan mereka dari kebutuhan dasar yaitu hajat hidup mereka hingga pendidikannya.

Mari kita renungkan dan meresapi dalil hadits yang disabdakan oleh Rasulullah SAW kepada sahabat Saib bin Abdullah ketika dia datang menghadap Rasulullah SAW, '‘Wahai Saib, perhatikanlah akhlak yang biasa kamu lakukan ketika kamu masih dalam kejahiliyahan, laksanakan pula ia dalam masa keislaman. Jamulah tamu, muliakanlah anak yatim, dan berbuat baiklah kepada tetangga (H.R. Ahmad, Abu Dawad, dan Al-Albani)

Baca juga Hak-hak tetangga

Dalam dalil hadits tersebut di atas, Rasulullah SAW menyuruh Saib untuk memuliakan anak yatim. Dan, anjuran yang merupakan perintah itu sesungguhnya berlaku juga untuk kita dan semua umat Islam, seluruh kaum muslimin.

Memuliakan anak yatim, atau mereka yang bukan yatim sekalipun, hanya bisa dilakukan oleh orang yang berhati mulia. Tak mungkin mereka yang tak memiliki kemuliaan hati berbuat mulia. Jadi, sebenarnya dalil hadits di atas memiliki makna lanjutan, yaitu kaum muslimin harus berhati mulia. Kaum muslimin harus menjadi pelopor dalam setiap sendi kebaikan, termasuk memberi sedekah dan menyantuni anak yatim.

Posting Komentar untuk "Pengertian, Kedudukan Anak Yatim dalam Islam"