Perbuatan & Meratapi Orang Mati yang Salah

Kebiasaan lain yang diperangi Islam adalah meratapi orang mati atau meninggal [kematian], dan berlebih-lebihan dalam menam­pakkan kesedihan. Misalnya, ketika saudara atau ada orang mati atau meninggal, menampar pipi sendiri, merobek baju dan melukai wajah. Ini adalah salah satu dari tradisi jahiliyah, adat mereka yang turun temurun.

Rasulullah saw. tidak bertang­gung jawab dari orang yang melakukan hal ini karena seseorang yang mati atau meninggal. Al-Bukhari meri­wayatkan dari Abdullah bin Mas'ud ra. dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda:

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الخُدُوْدَ ٬ وَشَقَّ الجُيُوْبَ ٬ وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ ٠

"Bukan dari golongan kami orang yang menampar pipi, mero­bek baju dan menjerit-jerit seperti orang jahiliyah".

Sedang jika ada saudara kita meninggal atau seseorang mati dan sikap kita hanya berlinangan air mata tanpa menangis berlebihan, dan bersedih hati tanpa berkeluh kesah, memang dibolehkan. Sebab, perbuatan seperti ini sesuai dengan etika Islam dan karakter manusia. Al-Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Umarra., ia berkata:

"Sa'ad bin 'Ubadah tertimpa penyakit yang sangat parah. Maka Rasulullah saw. menengoknya bersama Abdur Rahman bin 'Auf, Sa'ad bin Abi Waqqash dan Abdullah bin Mas'ud ra. Ketika Rasulullah saw. masuk, beliau mendapatkan keluarganya berada dalam kepanikan. Maka beliau bertanya, "Apakah ia telah meninggal dunia?" Mereka menjawab, "Tidak, wahai Rasulullah!" Maka Rasulullah saw. menangis. Ketika orang-orang yang hadir melihat Rasulullah saw. menangis, maka mereka pun menangis. Kemudian beliau berkata, "Apakah kalian tidak mendengar? Sesungguhnya Allah tidak akan menyiksa karena linangan air mata, dan tidak pula karena bersedih hati, tetapi Dia akan menyiksa karena ini (dan beliau menunjuk lidahnya), atau Dia akan memberi rahmat. Dan sesungguhnya mayit akan disiksa karena keluarganya menangisinya".)

Yang dimaksud tangis di sini adalah tangis yang disertai ratapan dan suara keras (histeris). Mayat akan tersiksa dengan tangis seperti itu.

Dalam pembicaraan meratapi mayit ketika seseorang mati atau meninggal dunia, perlu diketahui hal- hal berikut:

1. Tidak dihalalkan bagi setiap Muslim mengenakan pa­kaian yang melambangkan belasungkawa dan duka cita atas kematian seseorang, dengan merubah (meninggalnya) pakaian biasa. Sebab perbuatan serupa ini termasuk menyerupai perbuatan kafir dan tradisi bangsa asing.

At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abdullah bin Amr ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda:

لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا٬ لاَتُشَبِّهُوْا بِاليَهُوْدِ وَلاَ بِالنَّصَارَى ٠

"Bukan dari golongan kami orang yang menyerupai selain kami, janganlah kalian menyerupai kaum Yahudi, jangan pula kamu menyerupai orang Nasrani".

Imam Ahmad dan Abu Daud meriwayatkan dari Ibnu Umar ra., ia berkata:
 
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ ٠

Rasulullah saw. bersabda. "Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka".

2. Termasuk menyerupai dan mengikut secara membuta, contohnya ketika ada kematian atau seseorang meninggal atau mati adalah meletakkan karangan bunga pada usungan mayat atau di atas kuburan. Perbuatan ini, selain dari perbuatan orang kafir, juga menggunakan harta dalam hal yang tidak dibenarkan. Adapun meletakkan sebagian tumbuhan dan bunga tanpa dibentuk karang­an, dibolehkan. Dan dalam Sunnah Nabawiah terdapat dalil yang membolehkannya:

Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., ia berkata: Rasulullah saw. lewat kepada dua kuburan, beliau bersabda, "Sesungguhnya kedua orang yang terbaring di dalam kuburan ini sedang disiksa, disiksa bukan karena dosa besar. Salah satu dari keduanya karena suka mengadu domba, dan yang satunya lagi karena jika buang air kecil tidak bersuci daripadanya". Maka Rasulullah saw. minta diberi pelepah pohon kurma yang masih hijau, lalu beliau belah menjadi dua. Lalu belahan yang satu di­tanamkan pada satu kuburan, dan belahan yang lain ditanamkan pada kuburan yang lain. Kemudian beliau bersabda, "Mudah-mudahan siksaannya diperingan, selama kedua belahan pelepah ini belum kering".

3. Meletakkan foto mayat pada usungan, atau memasang­nya di rumah duka orang yang mati/meninggal. Perbuatan ini, selain mengikut adat bangsa asing, juga termasuk melakukan perbuatan yang diharamkan. Sebab, mem­buat foto tanpa kebutuhan yang sangat adalah diharamkan me­nurut pandangan Islam.

4. Mengalunkan musik duka (belasungkawa) di hadapan timingan atau di rumah duka kematian dari orang yang mati. Perbuatan ini, selain menyerupai adat istiadat yang tidak sesuai dengan islam, juga merupakan perbuatan yang diharamkan menurut pandangan syari'ah berdasarkan hadits-hadits shahih. Seperti telah kita kemukakan dalam pembahasan terdahulu ketika membicarakan diharamkannya musik dan mendengarkannya, baik dalam keadaan nuka atau duka.

5. Perbuatan munkar lain dalam berbelasungkawa (ta'ziah) pada kematian orang mati-meninggal adalah membagi-bagi rokok dan mengisapnya, lebih-lebih ketika membaca Al-Qur'an Al-Karim. Perbuatan seperti ini merupakan perbuatan yang paling tercela dalam pandangan Islam. Sebab, dari satu segi melakukan hal yang diharamkan, dan dari segi lain merusak kehormatan Al-Qur'an.

6. Kemunkaran yang terbesar setelah penguburan jenazah orang yang mati adalah membangun dan melabur kuburan, karena Rasulullah saw. melarang dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim:

نَهَى رَسُوْلُ اﷲِ صَلَّى اﷲُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ ٬ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ ٬ وَأَنْ يُبْنَي عَلَيْهِ٠

"Rasulullah saw. melarang menembok kuburan, duduk di atasnya dan mendirikan bangunan di atasnya".

Sangat disayangkan, bahwa sebagian orang pada masa seka­rang ini berlomba-lomba dalam membangun (mendirikan) bangun­an di atas kuburan dari orang yang mati dan menghiasnya. Tak pelak lagi, mereka sangat bertentangan dengan petunjuk Rasulullah saw. yang me­larang melabur dan membangunnya. Sudah dibuktikan kebenaran­nya bahwa ketika putra beliau, Ibrahim, meninggal, beliau merata­kan kuburannya, meletakkan tongkat di atasnya dan menyiram­nya dengan air.

Termasuk sunnah Rasulullah saw. meletakkan tanda di atas kuburan agar mudah diketahui ketika menziarahinya, sebagaimana beliau meletakkan batu di atas kuburan, di atas kepala Utsman bin Mazh'un ra., dan beliau berkata:

أَتَعَلَّمُ بِهَا قَبْرَأَخِيْ ٠

"Agar saya mengetahui bahwa itu adalah kuburan saudaraku".

Jika orang-orang yang ditinggal mati, terlebih anak-anaknya, meningkatkan amal kebajikan dengan niat pahalanya diperuntuk­kan bagi yang telah meninggal, seperti membangun masjid, sekolah atau rumah sakit, daripada mereka mengeluarkan harta untuk membangun dan memegahkan kuburannya yang sama sekali bertentangan dengan syari'at Islam.

Dengan membelanjakan harta dalam kebajikan dan ia menghadiahkan pahalanya kepada orang yang telah mati atau meninggal, adalah insya Allah, pahalanya akan terus mengalir kepadanya. Benarlah Rasulullah saw. yang bersabda, "Jika seorang anak Adam (manusia) meninggal atau mati, maka terputuslah amalannya kecuali dari tiga perkara: Shadaqah jariah, ilmu yang dimanfaat­kan atau anak saleh yang mendoakannya". Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam al Adán al Mufarrad.

Posting Komentar untuk "Perbuatan & Meratapi Orang Mati yang Salah"