Cara Meluruskan Kesalahan dengan Hukuman Menjerakan

Ada berbagai macam cara yang diajarkan dalam islam dalam cara mendidik, salah satunya adalah dengan cara menunjukkan kesalahan dengan memberikan hukuman yang menjerakan. Hal ini adalah berdasarkan firman Allah dalam AL Qur'an al karim sebagai berikut :

 ٱلزَّانِيَةُ وَٱلزَّانِي فَٱجۡلِدُواْ كُلَّ وَٰحِدٖ مِّنۡهُمَا مِاْئَةَ جَلۡدَةٖۖ وَلَا تَأۡخُذۡكُم بِهِمَا رَأۡفَةٞ فِي دِينِ ٱللَّهِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۖ وَلۡيَشۡهَدۡ عَذَابَهُمَا طَآئِفَةٞ مِّنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٢ 

Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. (Q.S. an-nur : 2)

Hukuman, jika dilaksanakan di hadapan orang banyak, di­saksikan anggota masyarakat, akan merupakan pelajaran yang sangat kuat pengaruhnya. Sebab, beberapa orang yang menyaksi­kannya, akan menggambarkan bahwa hukuman yang menimpa mereka itu pasti dirasakan dengan kepedihan. Seolah-olah, hukuman itu benar-benar mengenai diri yang melihat. Dengan demikian, mereka akan takut kepada hukuman, khawatir itu menimpa dirinya, sebagaimana menimpa terhukum yang sempat disaksikan. Bertitik tolak dari prinsip Qur'ani, "dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan sekumpulan dari orang-orang yang beriman", Rasulullah saw. menyuruh pada sahabatnya melaksanakan hudud syari'ah di hadapan sekumpulan orang, di bawah pendengaran dan penglihatan mereka.

Dikatakan, "Yang berbahagia adalah orang yang mengambil pelajaran dari orang lain".

Ini adalah yang dimaksud oleh firman Allah dalam A-Qur’anu al-Karim:

Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal. (Q.S. Al baqarah :179)

Sebab, dalam qishash ini terdapat usaha penyebarluasan keamanan dan kedamaian, merealisasikan makna ketenteraman dan ketenangan, membuat jera jiwa jahat untuk terus-menerus berbuat zhalim, dan terus berkubang dalam kejahatan.

Tidak diragukan lagi, bahwa ketika pendidik menghukum anak yang berperangai buruk di depan saudara dan temannya, maka hukuman ini akan meninggalkan bekas yang besar pada jiwa anak-anak secara keseluruhan, dan memperhitungkan seribu kali perhitungan terhadap hukuman yang bakal menimpa mereka. Dengan demikian, mereka bisa mengambil pelajaran daripadanya.

Bertumpu dari metode dan tata cara yang telah digariskan oleh pengajar umat manusia pertama, Nabi Muhammad saw., pendidik dapat memilih metode yang paling sesuai untuk mendidik anak, yang dapat memperbaiki penyimpangannya. Terkadang, perbaikan cukup dengan memberikan nasihat yang jelas dan tegas, dengan pandangan sekilas, keramahtamahan yang lembut, dengan mem­berikan isyarat, atau dengan melontarkan kata-kata yang men­jerakan.

Jika pendidik mengetahui bahwa menunjukkan kesalahan dengan salah satu metode ini tidak mendapatkan hasil dalam upaya memperbaiki anak dan meluruskan problematikanya maka ketika itu hendaknya ia secara bertahap beralih kepada yang lebih keras. Misalnya dengan mengeluarkan kecaman. Jika tidak dianggap, maka dengan pukulan yang tidak membahayakan. Jika tidak berguna juga, maka dengan pukulan yang menyakitkan. Yang paling utama hukuman terakhir ini dilaksanakan di hadapan keluarga atau teman-temannya, sehingga dapat dijadikan pelajaran oleh mereka.

Jika pendidik melihat anaknya, setelah diberi hukuman perilakunya terus membaik dan lurus, hendaknya ia bersikap lunak, beramah tamah dan menampilkan muka yang berseri-seri. Di samping itu, agar terkesan bahwa hukuman itu tidak dimaksudkan untuk menyakitinya, melainkan untuk kebaikan dan kebahagiaan, kemaslahatan dunia, agama dan akheratnya. Ini merupakan metode Rasulullah saw. dalam mendidik para sahabat­nya dan perlakuan Nabi terhadap mereka setelah menurunkan hukuman itu.

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Ka'ab bin Malik, ketika tidak ikut dalam peperangan Tabuk tanpa ada udzur, Rasulullah saw. memerintahkan untuk memutuskan hubungan dengannya selama limapuluh hari. Dan selama waktu itu, benar-benar tak seorang pun yang berbicara dengannya, tak seorang pun menemani dan berucap salam. Sehingga ia merasakan bumi yang luas ini menjadi sempit. Setelah Rasulullah saw., mengumumkan bahwa Allah memberi taubat kepadanya, Ka'ab berkata, "Saya bertolak menuju Rasulullah saw., berduyun-duyun orang-orang menemuiku, seraya mengucapkan selamat atas diberinya taubat kepadaku. Dan mereka berkata kepadaku, 'Selamatlah atas pemberian Allah taubat kepadamu', hingga aku masuk masjid, dan kudapatkan Rasulullah saw. tengah duduk dikelilingi para sahabat. Maka berdirilah Thalhah bin 'Ubaid ra. memburuku, menyalami dan mengucapkan selamat kepadaku". Ka'ab berkata, "Ketika aku menyalami Rasulullah saw., beliau berkata dengan muka berseri-seri penuh kegembiraan, 'Bergembiralah kamu setelah melewati hari-hari pahit sejak kamu dilahirkan ibumu". Maka aku menjawab, "Apakah ini dari engkau, wahai Rasulullah, atau dari Allah?" Beliau berkata, "Tidak. Tetapi ini adalah dari Allah 'Azza wa Jalla". Dan Rasulullah saw. ketika mukanya bersinar berseri-seri, seperti belahan bulan purnama, dan kami mengetahui daripadanya . . . ."

Anak, ketika merasakan bahwa pendidik — setelah menurun­kan hukuman — berbuat baik kepadanya, beramah tamah, berlemah lembut dan bermanis muka, di samping ia tidak mengingin­kan dengan hukuman itu kecuali mendidik dan memperbaikinya, maka tidak mungkin sang anak merasa sempit jiwanya dan me­nyimpang moralnya, mereka minder dan hina. Tetapi ia akan menanggapi perlakuan baik, menunaikan haknya, dan berjalan di jalan orang-orang yang bertakwa, dan selamanya bersama kelompok orang-orang pilihan.

Tetapi, ketika Islam menetapkan hukuman dengan pukulan seperti telah kita terangkan di atas — maka Islam memberikan batasan dan persyaratan, sehingga pukulan tidak keluar dari maksud pendidikan, yaitu untuk memperbaiki dan menjerakan menjadi sebuah pembalasan!

Sangat bijaksana jika pendidik meletakkan hukuman pada proporsi yang sebenarnya, seperti juga meletakkan sikap ramah tamah, lemah lembut pada tempat yang sesuai.

Dan sangat dungu jika pendidik bersikap lemah lembut ketika membutuhkan kekerasan dan ketegasan, dan bersikap keras dan tegas pada saat membutuhkan kasih sayang dan kelapangan dada.

Posting Komentar untuk "Cara Meluruskan Kesalahan dengan Hukuman Menjerakan"