Zakat Harta Persekutuan

Yang dimaksud harta persekutuan (khalithain) dalam bab Zakat, ialah dua harta yang wajib dikeluarkan zakatnya yakni milik dua orang, yang digabung jadi satu dengan tujuan kerja-sama atau lainnya. 

Macam-Macam Harta Persekutuan

Ada dua macam harta persekutuan: 

Yang pertama, disebut Ktailthatu 'Inan atau Khilthatu Syuyu'. Maksudnya ialah, persekutuan antara dua orang yang wajib berzakat, masing-masing memiliki senishab zakat atau lebih, yang dimilikinya setahun penuh, berasal dari membeli atau waris atau lainnya, sedang harta itu sejenis. 

Perlu diperhatikan, bahwa kedua harta gabungan jenis ini ber-campur secara merata. Maksudnya, milik masing-masing tidak bisa di-bedakan satu sama lain, tetapi masing-masing mempunyai bagian tidak tertentu dari harta milik bersama itu menurut prosentasenya sendiri- sendiri. Contohnya, bila ada dua orang bersaudara mewarisi dari ayah mereka 40 ekor kambing, atau keduanya membeli bersama-sama kambing sebanyak itu. Dalam hal ini masing-masing dari mereka berdua memiliki separo dari tiap-tiap ekor. 

Begitu pula, kalau yang diwarisi atau dibeli itu berupa barang atau tanah. Maka masing-masing memiliki separo dari tiap-tiap bagian tanah atau barang itu, tanpa bisa ditentukan. 

Dan yang kedua disebut Khilthatu Mujawarah atau Khilthatu Aushaf, yaitu persekutuan antara dua orang yang berkewajiban zakat, masing-masing memiliki senishab harta yang tidak dimiliki bersama, tetapi persekutuan antara keduanya bersifat bertetangga saja. Jadi bisa kita perhatikan, bahwa kedua harta dalam hal ini tidak bercampur, tapi terpisah dan bisa dibedakan. 

Pelaksanaan Zakat Harta Persekutuan

Harta persekutuan -yang mana saja di antara kedua macamnya ter-sebut di atas dalam kaitannya dengan zakat dianggap satu harta dari seorang. Maksudnya, apabila jumlah harta persekutuan itu telah mencapai nishab, dan mengalami ulang tahun dalam keadaan tetap mencapai nishab, maka ia wajib dizakati, sekalipun bagian masing-masing pemilik harta itu tidak mencapai nishab. 

Adapun dalilnya ialah hadits al-Bukhari, dari Anas RA yang beberapa bagian daripadanya sudah kita kemukakan di atas- di mana terdapat kata-kata:

 لاَيُجْمََعُ بَيْنَ مُفْتَرِقٍ ٬ وََلاَ يُفَرَّقُ بَيْنَ يُجْتَمََعٍ ٬ خَشْيَةَ الصَّدِقَةِ٠ 

Artinya: "Tidak digabung antara yang terpisah, dan tidak dipisahkan antara yang terkumpul, dikarenakan khawatir terkena zakat." 

Maksudnya, apabila bagian masing-masing pemilik harta itu sudah terpisah sendiri-sendiri dari yang lain, maka tidak perlu digabung jadi satu supaya mencapai nishab lalu terkena kewajiban zakat. Dan apabila keduanya telah terkumpul jadi satu, maka tidak boleh dipisahkan supaya tidak terkena zakat dikarenakan kurang dari nishab. 

Dan hukum ini, sebagaimana Anda lihat, boleh jadi mengakibatkan diwajibkannya zakat pada dua harta, yang semestinya belum wajib dizakati sekiranya tidak digabung. Demikian pula, bisa jadi mengurangi ukuran zakat pada kedua harta tersebut, padahal semestinya lebih dari itu sekiranya tidak digabung. 

Contoh yang pertama ialah, ada dua orang selama setahun penuh memiliki 40 ekor kambing sehingga terkena zakat, padahal sekiranya masing-masing membawa bagiannya sendiri-sendiri, maka masing-masing tidak berkewajiban mengluarkan zakat dari hartanya itu, karena bagian mereka masing-masing kurang dari nishab. 

Contoh kedua, jika kedua orang itu memiliki 80 ekor kambing, masing-masing 40 ekor. Dengan demikian, setelah lewat setahun harta itu hanya wajib dikeluarkan zakatnya seekor saja manakala digabung. Sementara, kalau masing-masing membawa bagiannya sendiri-sendiri, maka dari kedua harta itu wajib dikeluarkan dua ekor pada tiap-tiap 40 ekor. 

Syarat-Syarat Harta Persekutuan dianggap Satu Harta

Untuk wajibnya zakat pada harta persekutuan yang dianggap me-rupakan satu harta milik seorang, ada dua kelompok syarat-syarat sebagai berikut: 

Kelompok yang pertama, ialah syarat-syarat harta persekutuan jenis mana saja. Maksudnya, baika persekutuan itu merupakan khiithatu Syuyu' ataupun Khiithatu Mujawarah, ialah sebagai berikut: 
  • Kedua harta itu sejenis. Jadi, kalau salah satunya berupa kambing, sedang yang satu lagi sapi, maka masing-masing berdiri sendiri, apa-pun bentuk percampuran dan persekutuannya. 
  • Jumlah kedua harta itu keseluruhanya mencapai nishab atau lebih. Maka, kalau jumlahnya hanya 35 ekor kambing umpamanya, tidaklah wajib dizakati, sekalipun kedua pemilik itu -atau salah satunya- masih memiliki lagi sejumlah kambing yang sekiranya ikut digabungkan kepada harta persekutuan itu maka akan tercapai nishab. 
  • Persekutuan itu berlangsung satu tahun, apabila harta itu termasuk harta yang dipersyaratkan berulang tahun. Maksudnya, kalau masing-masing dari kedua pemilik itu mempunyai 40 ekor kambing pada awal bulan Muharram umpamanya, sedang pada awal bulan Shafar barulah digabungkan, maka yang wajib, bila berulang tahun dengan datangnya bulan Muharram lagi, ialah masing-masing mengeluarkan seekor kambing. Jadi, persekutuan itu tidak perlu diperhatikan. Adapun kalau hartanya itu tidak termasuk yang dipersyaratkan ulang tahun, seperti tanaman dan buah-buahan umpamanya, maka hanya dipersyaratkan tetap berlangsungnya persekutuan sampai nampaknya buah dan matangnya biji-bijian. 
Adapun kelompok syarat yang kedua ialah syarat-syarat khusus bagi Khilthatu Mujawarah, yaitu sebagai berikut: 
  • Untuk ternak, hendaklah tidak dipisahkan tempat penggemba-laannya, tempat merumput, kandang dan tempat pemerahan susunya. Jadi, kalau masing-masing dari peternak itu membawa kambing-kambingnya ke tempat penggembalaan yang berbeda satu sama lain, atau pulang ke kandang yang berbeda. Begitu pula, tempat melepaskannya berbeda, yakni tempat berkumpulnya kambing-kambing itu untuk digiring ketempat penggembalaan. Atau, masing-masing dari kedua peternak itu membawa kambing-kambingnya ke tempat tersendiri untuk memerah susu, maka persekutuan seperti ini tidak berpengaruh apa-apa terhadap apa yang telah kita terangkan di atas. 
  • Penggembalanya sama, dan pejantannya pun sama. Artinya, kalau masing-masing dari kedua peternak itu mempunyai penggembala atau pejantan sendiri-sendiri, maka harta mereka tidak dianggap persekutuan. 
  • Apabila harta yang wajib dizakati itu berupa tanaman, maka di-persyaratkan penjaganya maupun tempat penjemurannya tidak sendiri-sendiri. Begitu pula, bila harta itu berupa barang dagangan, maka hendaklah toko, gudang maupun alat-alat penjualan, seperti timbangan dan lain sebagainya, sama. 
Apabila ketiga syarat tersebut di atas telah terpenuhi, maka harta persekutuan itu bisa dianggap satu harta seolah-olah milik satu orang, dan tidak mengapa sekalipun keduanya tidak bercampur secara merata, tetapi cukup -manakala syarat-syarat tersebut terpenuhi- bertetangga saja (mujawarah). Adapun kalau syarat-syarat itu, atau salah satunya tidak terpenuhi, maka masing-masing pemilik harta itu memperhatikan hartanya sendiri saja dan menghitungnya secara tersendiri, lalu mengeluarkan zakatnya sebagai harta sendiri. 

Kewajiban masing-masing Pemilik Harta Persekutuan dalam kaitannya zakat.

Apabila zakat telah dipungut dari harta persekutuan -sebagai satu harta- maka masing-masing dari para sekutu menanggung beban sesuai dengan prosentase miliknya dalam persekutuan tersebut. Kalau dari hartanya terambil lebih dari yang semestinya, dia boleh meminta kelebihan itu dari sekutu-sekutunya yang lain. Dan kalau terambil kurang dari yang semestinya, dia wajib mengembalikan kelebihan kepada mereka. 

Jadi, kalau harta persekutuan itu ada 100 ekor kambing umpama-nya, zakatnya adalah seekor. Jika persekutuan itu milik tiga orang, sedang seorang di antaranya memiliki 50 ekor, maka dia menanggung separo kambing. Dan yang kedua memiliki 25 orang, dia menanggung seperempat kambing, begitu pula yang ketiga. 

Adapun dalilnya ialah pernyaiaan yang terdapat dalam hadits riwayat Anas RA;

 مَاكَانَ مِنْ خَلِيْطَيْنِ فَاِنَّهُمَا يَتََرَا جَعَانِ بَيْنَهُمَا بِالسَّوِيَّةِ٠ 

Artinya: "Harta yang berupa persekutuan, maka kedua pemiliknya saling andil berzakat secara sama (adil)."