Melompat dari Satu Situasi

 لاَتَرْحَلْ مِنْ كُوْنٍ اِلََى كَوْنٍ فَتَكُوْنَ كَحِمَارِ الرَّّحَى يَسِيْرُ وَالْمَكَانُ اَلَّذِى ارْتَحََلَ اِلَيْهِِ ِهُوََ اَلَّذِى ارْتَحََلَ مِنْهُُ وَلَكِِنِ ارْحَلْ مِنَ الأَكْوَانِ اِلَى الْمُكَوِّنِ ٠وَاِنَّ اِلَى رَبِّكَ الْمُنْتَهَى ٠ 

“Janganlah kalian berjalan dari satu situasi kepada situasi lain, agar kalian tidak seperti keledai penggilingan, la berjalan, tetapi jalan yang dilaluinya adalah jalan yang sudah dilewatinya. Tetapi berangkatlah dari situasi ke arah yang menciptakan situasi. Sesungguhnya kepada Tuhan jua berakhirnya semua persoalan." 

Berangkat dari satu situasi kepada situasi lain dalam ibadah tidak dibenarkan. Beramal untuk memperoleh pangkat, derajat, ketenaran, kehebatan, termasuk melaksanakan ibadah tidak karena Allah semata. Sebab perbuatan ini, terkaitnya amal dengan kepentingan pribadi yang sangat dominan. Adapun beramal seperti ini disebut seperti orang yang berjalab ke suatu arah, akan tetapi ia menghendaki pula menuju arah lain. 

Ia tidak istiqamah dalam ibadah. Ia beramal, sebenarnya agar mendapat Pahala dan keridaan Allah, akan tetapi di samping itu ia masih juga berharap agar diketahui manusia dan mendapat kehormatan sebagai orang saleh, atau orang dermawan. Ia berpindah niat ikhlas kepada niat riya'. Beramal yang hakiki sifatnya adalah amal ibadah semata-mata di tujukan kepada Allah Al Wahidul Qahhar, seperti firman Allah dalam surat An Najm ayat 42: "Sesungguhnya kepada Tuhanmu berakhirnya segala yang dikehendaki." 

Keikhlasan ibadah yang ditujukan semata-mata karena Allah, adalah tauhid yang sesungguhnya. Karena hanya Allah yang mengetahui seguli sesuatu. Tujuan akhir semua amal dan ibadah, tidak lain adalah ridanyi Allah swt. Sehingga dengan rida itu, segala macam pahala tidaklah banyak mempengaruhi amalan seorang hamba mencapai rida Allah swt. Rida Allah melebihi surga yang disediakan Allah kepada orang beriman. Mendapatkan rida Allah dalam hidup duniawi dan hidup ukhrawi telah melebihi surga yang dijanjikan oleh Allah Rida Allah swt adalah puncak dari hubungan hamba dengan Allah Maha Pemelihara Alam semesta. 

Seorang muslim tidak menginginkan amal ibadahnya sia-sia. Oleh karena itu ibadah yang dilaksanakan, ditujukan semata-mata untuk Allah belaka. Ibadah dengan niat dan kehendak lain, tidak hanyt mengurangi nilai ibadah itu sendiri, akan tetapi akan menjadi ibadah yang sia-sia. 

Perhatikan sabda Nabi Muhammad saw: "Barangsiapa yang berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya (tidak kepada selain itu), maka hijrahnya itu akan menemukan Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi siapa yang berhijrah untuk mendapatkan keduniaan, atau untuk mendapatkan perempuan yang ingin diperistrinya, maka ia akan mendapatkan seperti apa yang diniatkan itu juga." Memahami hadis Rasulullah saw ini, jelas bahwa tiap-tiap perkara yang di amalkan banyak bergantung pada niat orang yang mengamalkan.