Malu adalah Konsekuensi Iman

Di antara Konsekuensi Iman adalah Malu Dari Ibnu 'Umar ra:

 اَنَّ رَسُوْلَ َاﷲِ مَرَّ عَلَى رَجُلٍ مِنَ الأَنْصَارِ وَهُوَ يَعِظُ أَخَاهُ فِي الْحَيَاءِ ٬ فَقَالَ رَسُوْلَ َاﷲِ ׃ دَعْهُ فَإِنَّ الْحَيَاءَ مِنَ الإِيْمَانِ 

"Bahwasanya Rasulullah saw melewati salah seorang dari kabilah Anshar yang sedang menasihati temannya, sementara (teman tersebut) sudah dalam keadaan malu. Maka Nabi mengatakan: Tinggalkan dia, sesungguhnya malu, termasuk (konsekuensi) iman." (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Turmudzi, Annasa'i dan Ibnu Majah)

Juga tersebut sebuah riwayat bahwasanya Rasulullah saw saat di rumah 'Aisyah ra datanglah Abu Bakar Assiddiq ra sembari minta ijin ingin bertemu. Nabi saw pun mengijinkan, dan beliau sambil bersandar dan sebagian betisnya kelihatan. Kemudian datanglah 'Umar bin Khattab ra, dan Nabi mengijinkan masuk. Dan beliau saw tidak merubah posisi duduknya. Kemudian untuk ketiga kalinya datanglah 'Utsman bin Affan ra. Nabi pun kali ini meluruskan duduknya dan membetulkan sikapnya. 

Tatkala mereka bubar, maka bertanyalah 'Aisyah ra tentang sebab musabab kenapa Nabi berbuat demikian. Maka Nabi pun menjawab:

 أَلاَ أَسْتَحْيِ مِنْ رَجُلٍ تَسْتَحْيِ مِنْهُ الْمَلآئِكَةُ٠ 

"Wahai Aisyah, tidaklah saya malu dari seseorang yang malaikat pun malu daripadanya?" 

Kisah tersebut, di samping memperlihatkan salah satu kebaikan pada diri sahabat 'Utsman ra, juga mengajarkan kita tentang budaya (etika) malu. 

Sampai-sampai Nabi saw menggelari 'Utsman ra. dengan gelar: Alhayyu Assattiir (yang pemalu lagi suci). Di sini terlihat, misi kenabian dengan etika malunya, terangkat hingga kedudukan agung lagi tinggi. 

Malu, adalah puncak kesopanan dalam diri manusia. Kelembutan, kesantunan, dan ketawadhu'an. Dan ini berlaku dalam adab berbicara, memandang, dan bertingkah laku. Ucapan yang baik, mulia lagi terpuji. Jauh dari ucapan keji, asal ngomong, dan kata-kata jorok. Ucapan yang harmonis serasi dalam pergaulan dan pelayanan. 

Bukankah Nabi kita Muhammad saw menegaskan:

 الْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ٠ 

"Ucapan yang sopan adalah sedekah." 

Alangkah mengagumkan para keluarga yang mengajari putra-putrinya dengan ucapan-ucapan yang bersih, menghindari kata-kata yang kurang sopan. Semenjak anak-anak mereka mulai belajar bicara ... saat mereka baru senang melafalkan kata- kata baru ... dan saat mereka tertawa lucu ... Persoalannya sekarang, bagaimana agar anak-anak kecil tersebut terdidik dalam kesopanan berbicara? 

Demikian pula pandangan. Sebab menundukkan pandangan dari segala yang diharamkan dan dari pandangan yang membahayakan, adalah etika malu. 

Diriwayatkan bahwasanya Rasulullah saw tatkala mendengar ucapan 'Antarah bin Syaddaad Al'abassy: "Saya tundukkan kedua pandangan, jika pelayan putriku muncul, hingga pelayan putri menutupi persinggahannya." 

Beliau saw juga mengatakan:

 مَا وُصِفَ لِي شَابٌ أَعْرَبِيٌّ وَأَحْبَبْتُ أَنْ أَرَاهُ إِلاَ عَنْتَبَرَةٌ٠ 

"Tidaklah disebut-sebut pemuda Arab padaku, dan aku cemburu ingin melihatnya kecuali pemuda yang bernama Antarah." 

Hal ini sebagai bukti kekaguman beliau saw atas kelebihan rasa malu yang dimiliki oleh Antarah. Juga sebagai bukti, agar "hak keutamaan" dianugerahkan kepada yang semestinya. 

Betapa banyak di masa kontemporer kita sekarang, kalian terkondisi untuk "Ghadhdhul bashar" (menundukkan pandangan). Betapa banyak kalian memerlukan perasaan malu. Dengannya hendaklah kalian hiasi masa keremajaan dan kepemudaan kalian. Hunjamkan perisai malu dalam relung nurani kalian agar semua urusan kalian dan masyarakat menjadi beres. 

Selanjutnya adalah malu dalam perbuatan. Ini terjadi pada seluruh anggota badan. Sebagaimana dimengerti, gerak- gerik adalah titel tingkah laku seseorang. Gerak-gerik atau tindakan ini, bisa diartikan juru bicara akhlak seseorang. Apabila tindakan jauh dari muraqabah dzaatiyah (introspeksi diri), lepas dari "dzawaabit dzamiir" (kontrol nurani), ia akan tak mengenal arah. 

Ke barat, ke timur, buruk, dan menularkan penyakit. Menular kepada keluarga, kenalan dan semua orang. 

Ketahuilah, bahwasanya sifat malu menjalar dari hati kepada yang lain. Dan juga ketahuilah, bahwasanya beriman kepada Allah SWT sajalah yang akan menuntunmu dalam semua ini. 

Umpamanya salah seorang di antara kalian menyepi sendiri, sementara ia melakukan perbuatan jorok dengan tak malu- malu, ini adalah sebuah kedangkalan berpikir. Jika ia beranggapan bahwasanya ia sendiri, ketahuilah bahwa ia bersama Allah! Dialah Dzat yang paling berhak disikapi dengan malu. Maka bagaimana perasaanmu jika kita tetap melakukan perbuatan buruk, sementara Allah selalu bersama kita? 

Marilah kita kembali kepada ucapan sang tokoh kejujuran, Muhammad saw, agar senantiasa mengingat-ingat pesan mulianya, bahwasanya: "Rasa malu adalah sekian di antara konsekuensi iman."