Hadits tentang Malu yang Wajib dan Sunnah

Pengertian malu

Malu adalah sesuatu yang menghindarkan (memalingkan) Anda dari hal-hal yang haram. Ini adalah malu yang wajib. Sedangkan yang memalingkan Anda dari hal-hal yang makruh adalah malu yang sunnah, tetapi sebagian ulama mewajibkannya pula. Adapun yang memalingkan Anda dari menuntut ilmu, dari perkara-perkara yang bermanfaat, dari mendapatkan sesuatu, dan dari bertanya yang mengandung manfaat maka itu bukanlah malu, melainkan khajil (malu dalam arti negatif) dan itu tercela. Karena itu, Mujahid di dalam Shahih al-Bukhari mengatakan dalam sebuah hadits mauquf, "Tidaklah akan menuntut ilmu seorang yang malu dan seorang yang sombong." 

Suatu ketika Rasulullah melewati seorang laki-laki sebagaimana yang disebutkan dalam Shahih al-Bukhari dimana laki-laki itu sedang menasihati saudaranya dalam hal malu. Maka beliau mengatakan, "Biarkanlah ia, karena sesungguhnya malu itu hanyalah membawa kepada kebaikan.( Di-takhrij-kan oleh al-Bukhari (nomor 24).)" 

Malu itu adalah baik semuanya, terutama apabila pada hal-hal yang mulia dan yang menghindarkan dari maksiat. 

Terdapat hadits shahih dari beliau menurut riwayat at-Tirmidzi, "Badza'dan bayan adalah dua cabang dari kemunafikan, sedang 'ay dan malu adalah dua cabang dari keimanan.( Ditakhrijkan oleh at-Tirmidzi (nomor 2034))" 

 Ibn Rajab telah mensyarahkan hadits ini dalam kitab tersendiri. 

Kedua: Perkataan beliau, "Sesungguhnya di antara yang didapat oleh manusia," maksudnya adalah bahwa yang diingat dari perkataan para nabi dan warisan mereka adalah kalimat ini, "Apabila engkau tidak malu maka lakukanlah apa yang engkau inginkan." 

Kalimat ini mempunyai dua pengertian menurut Ahlussunnah: 

Pertama, apabila pada diri Anda tidak ada sedikit pun rasa malu maka lakukanlah apa saja yang Anda kehendaki karena Anda tidak mempedulikannya. Berarti, Anda telah menghilangkan dari hati Anda rasa takut kepada Allah dan kepada manusia. 

Kedua, apabila perkara yang akan Anda lakukan tidak membawa kepada rasa malu maka lakukanlah, karena hal itu mubah (dibolehkan) bagi Anda. Pengertian yang pertama adalah lebih tepat. 

Imam Syafi'i mengatakan: 

Demi Allah, tidak ada kebaikan dalam hidup di dunia apabila rasa malu telah tiada. 

Jika engkau tak takut akibat malam-malam dan engkau tidak merasa malu, lakukanlah apa yang engkau kehendaki. 

Sahi ditanya, "Apa itu rasa malu?" Ia menjawab, "Engkau merasa malu kepada yang mengawasi." Sebagian ulama mengatakan bahwa malu adalah Anda menjadikan Allah sebagai yang mengawasi Anda. Ini adalah tingkatan ihsan yang digambarkan oleh Nabi di dalam hadits dengan sabdanya, "Engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Maka seandainya engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihatmu (Di-takhrij-kan oleh al-Bukhari (nomor 50, 4659), oleh Muslim (nomor 59, 63).)." 

Malu pada sebagian orang-orang shaleh telah sampai pada tingkat di mana mereka tidak mau telanjang ketika dalam keadaan sendiri (tidak ada orang lain) disebabkan rasa malu mereka kepada Allah. 

Di dalam Musnad Ahmad diriwayatkan dengan sanad yang shahih bahwa Mu'awiyah bin Haidah berkata, "Wahai Rasulullah, apabila salah seorang di antara kami sedang sendiri bolehkah ia menyingkap auratnya?" Beliau menjawab, "Allah lebih patut untuk dimalui.( Di-takhrij-kan oleh Ahmad (nomor 19662), oleh at-Tirmidzi (nomor 2846))" 

Terdapat hadits yang shahih dalam riwayat at-Tirmidzi dari Ibn Mas'ud bahwa Rasulullah bersabda, "Wahai manusia, malulah kalian kepada Allah dengan malu yang sebenar-benarnya. Sesungguhnya malu yang sebenar-benarnya itu adalah engkau memelihara kepala dan apa yang dipikirkannya, dan memelihara perut dan apa yang dikandungnya, dan barangsiapa yang mengingat bala niscaya dia akan meninggalkan perhiasan kehidupan dunia.( Padanya hadits tersebut nomor 2506. juga di-takhrij-kan oleh Ahmad (nomor 3671).)"

'Imran bin al-Hushain menyampaikan kepada orang-orang, hadits yang menyebutkan, "Malu itu semuanya baik." Kemudian salah seorang di antara mereka ada yang menentangnya dan mengatakan, "Sesungguhnya aku telah membaca di dalam Taurat bahwa di antara malu ada yang merupakan rasa takut, dan ada pula di antara malu itu yang baik." Mendengar itu 'Imran pun marah seraya berkata, "Aku menyampaikan kepadamu perkataan dari Rasulullah sedangkan engkau menyampaikan kepadaku perkataan dari shuhufmu? (Diriwayatkan oleh Muslim (nomor 121))" Artinya, malu yang dimaksud adalah yang dikehendaki dan yang bermanfaat, sedangkan malu dalam arti negatif (malu melakukan perbuatan baik) dan rasa takut maka itu bukanlah termasuk malu.