Cahaya di Dalam Hati dan Kekuatannya

Tempat terbit dan tempat cahayanya berada di dalam hati orang-orang yang arif serta rahasia-rahasia yang telah tersem¬bunyi di dalamnya itu adalah Bintang ilmu, Bulan Ma'rifat serta Matahari Tauhid. Nur Ilahi yang hakiki itu telah memantulkan ke dalam hati nurani kemudian melahirkan cahaya kehidupan. 

Yang merupakan bibit ilmu pengetahuan dan bibit cahaya Agama yang nantinya akan terbit dari sumber cahaya hati itu sendiri yakni Nurulullah. Dan yang nantinya akan meliputi suatu kehidupan manusia yang merupakan Nurul 'Ilmi dan Nuruddin. 

Yang nantinya akan menerangi alam semesta, pantulan cahaya yang telah keluar dari kalbu insan itu melebihi cahaya yang telah.bersinar dari makhluk Allah SWT. yang berada di langit seperti cahaya bulan dan bintang yang mampu untuk menembus awan dan kegelapan malam, atau cahaya matahari yang bersinar menerangi alam semesta dan banyak memberi manfaat kepada manusia adalah dengan Nurulullah dan Nuruddin. 

Suatu cahaya yang tidak dapat ditembus oleh cahaya benda-benda yang berada di langit tersebut adalah cahaya yang keluar dari kalbu manusia dan yang mampu untuk menembus dan juga menerangi kegelapan dunia. 

Kekuatan yang tidak pernah dimiliki oleh benda-benda yang berada di langit itu adalah suatu cahaya yang keluar dari hati nurani manusia yang dapat memantulkan kekuatan. 

Yang mana cahaya tersebut dapat melembutkan kerasnya hati manusia juga pikirannya, sehingga dapat membentuk sua¬tu peradaban yang sangat berguna bagi alam semesta. 

Dan cahaya hati tersebut adalah cahaya Iman yang datang dari cahaya Ilahi dengan bermacam-macam rahasia yang ter¬sembunyi di dalamnya. 

Tentang cahaya kalbu ini, Rasulullah saw. mengingatkah dengan haditsnya yang berbunyi :

Artinya : "Tidaklah cukup bagi-Ku langit dan bumi, akan tetapi yang cukup bagi-Ku adalah hati nurani hamba-Ku yang ber¬iman". 

Mengenai bagaimana kuatnya cahaya hati, Rasulullah saw. telah mengingatkan kepada ummatnya bahwa insan yang telah mendapatkan cahaya dari Allah SWT. Maha Pemberi Cahaya langit di bumi. Dan cahaya hati manusia ini kekuatannya mele¬bihi cahaya benda-benda yang berada di langit seluruhnya. 

"Andaikan Allah SWT. membuka cahaya seorang mukmin yang telah berbuat dosa, pasti cahaya itu akan memenuhi langit dan bumi. Maka bagaimana pula cahaya dari hamba Allah SWT. yang selalu mentaati-Nya?", (menurut Abu Hasan Asy- Syadzili). 

Akan tetapi lebih dipertegas lagi oleh Syekh Abdul Abas : "Bagaimana jadinya andai kata Allah SWT. membuka hakekat kewalian seseorang waliyullah?", boleh jadi ia akan disembah oleh orang awam karena cahayanya itu melebihi cahaya orang mukmin yang taat. 

Sesuatu yang akan mengalahkan cahaya matahari, bulan dan juga bintang itu adalah Nurulullah yang memantulkan dari hati seorang yang beriman. Cahaya hati itu selamanya akan hidup, sedangkan sinar benda-benda alam itu timbul tenggelam, seperti yang tertulis di dalam syair di bawah ini : Adalah matahari langit tenggelam bila hari telah malam. Matahari hati tak pernah terbenam walaupun hari telah kelam. 

Di dalam Al-Qur'an surat An-Nur ayat 53 yang mana Allah SWT. berfirman yang artinya adalah : 

"Allah SWT. itu (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi, perumpamaan cahayanya seperti relung-relung yang di dalamnya terdapat lampu. Lampu itu ada di dalam kaca, kaca-kaca nampak seperti bintang gemerlapan yang dinya¬lakan dari minyak zaitun yang diberkati tidak terdapat di timur maupun di barat. Minyak itu bercahaya walaupun tidak tersentuh api. Cahaya di atas cahaya. Allah SWT. membimbing orang yang dikehendaki kepada cahaya-Nya. Allah SWT. mengemukakan banyak perumpamaan kepada manusia. Allah SWT. jugalah yang Maha Tahu akan segala sesuatu". 

Yang telah menerangi ke alam semesta adalah Nurullah, yang telah memantul ke dalam hati nurani manusia sebagai cahaya dari perbendaharaan Allah SWT. yang ghaib, demi untuk menerangi seluruh manusia dan seluruh yang berada di alam semesta ini, sebagaimana yang tertera di dalam surat An- Nur di atas. 

Lagi-lagi telah menuturkah dalam hal ini yaitu Syekh Athaillah yakni berbunyi : "Nur yang tersimpan dalam hati, datang dari cahaya yang langsung dari khazanah-khazanah keghaiban". 

Suatu cahaya yang telah tersimpan di dalam hati seorang hamba Allah SWT. yang Arif dan yang telah berkeyakinan sa¬ngat teguh, yang mana datangnya dari khazanah keghaiban Allah SWT. itulah yang dimaksud dengan Nurul Yaqin. 

Sebab terkena cahaya benda-benda yang berada di langit yang diciptakan oleh Allah SWT. sehingga alam semesta ini menjadi sangat terang benderang, sedangkan Nur dari sifat- sifat Allah SWT. itu yang telah menerangi hati nurani manusia, berkas cahaya yang diciptakan oleh Allah SWT. itu nampak sedangkan cahaya yang tidak nampak itu adalah cahaya yang dari sifat-sifat Allah SWT.. 

Mengenai tutur kata Syekh Athaillah telah melanjutkan lagi yang berbunyi : "Nur yang memancar dari panca inderamu, adalah berasal dari ciptaan Allah, dan cahaya yang memancar dari hatimu adalah berasal dari sifat-sifat Allah SWT.". 

Cahaya itu dibagi menjadi dua bagian, yaitu : 
  1. Cahaya panca indera : Bagaikan sinar matahari. Cahaya ini menerangi seluruh alam semesta, maka nampaklah se¬mua benda-benda yang ada di dalamnya. Dan cahaya ini¬lah cahaya yang akan menerangkan adanya Allah SWT.. 
  2. Cahaya keyakinan : Cahaya yang menunjukkan akan sifat-sifat Allah SWT. yang telah menyinari 'kalbu insan. Sinar inilah yang menjadi petunjuk para hamba untuk mendapat¬kan ma'rifatullah. Cahaya ini bertahta di dalam hati manu¬sia. 
Karena kehendak manusia yang tidak sesuai dengan ma'rifatnya, maka cahaya Allah SWT. yang telah menyinari hati insan itu kemudian memantul untuk menerangi hidup manusia, dengan ma'rifat tersebut kadang kala menjadi redup. 

Telah mengingatkan kepada kita semua Syekh Athaillah yang berbunyi sebagai berikut: 

"Kadang-kadang hati itu berhenti bersama bermacam-macam cahaya, sebagaimana terhijabnya nafsu karena pa¬datnya benda-benda alam (berupa makhluk)". 

Hijab itu adalah yang menghalangi antara hamba dengan Allah SWT. (Khaliq), sedangkan hijab itu terkadang berupa hati nurani manusia itu sendiri, berupa ilmu, terkadang juga berupa ma'rifat. Yang mana kesemuanya itu adalah merupakan suatu penghalang perjalanan seorang hamba menuju kapada Al- Khaliq. 

Karena antara ilmu dan ma'rifat itu bukanlah dijadikan sebagai alat, akan tetapi dijadikan sebagai tujuan. 

Adapun hijab kegelapan itu adalah termasuk hijab yang lain, yang mana berupa kesenangan duniawi, misalnya hawa nafsu, syahwat, adat kebiasaan yang telah menjauhkan diri dari Allah SWT., sebab manusia telah terpengaruh dengan hawa nafsu yang tengah mendominasinya. 

Karena ada bermacam-macam cahaya maka hati menjadi silau, sebagaimana nafsu yang telah terhalang oleh berbagai macam kegelapan, akan tetapi Allah SWT. berada dibalik semuanya. 

Dan oleh karena tertutup oleh suatu perbuatan yarg bersifat lahiriyah, maka cahaya hati bisa tertutup sebagaimana Syekh Athaillah telah menerangkan pendapatnya yaitu: 

Artinya : "Allah SWT. menutup cahaya hati manusia dengan ber¬macam-macam kesibukan lahiriyah, karena (Allah SWT.) memuliakannya, untuk tidak diberikan kepadanya secara terang, atau akan dipanggil padanya dengan lisan kemasyuran". 

Dengan maksud agar tidak terbuka, maka Allah SWT. menutup cahaya yang diberikan kepada para wali, sebab hal tersebut adalah merupakan suatu rahasia Allah SWT.. 

Sebab tentunya semua itu akan memberatkan kepada hamba Allah di dalam hal beribadah, apabila cahaya Allah SWT. yang dimiliki oleh para wali itu diberikan kepada setiap hamba-Nya. 

Sangat diperlukan syarat-syarat yang tidak ringan demi untuk mencapai derajat waliyullah, apabila ada seorang hamba yang belum sampai ma'rifat iman ke tingkat tertentu, tidak ha¬nya memberatkan si hamba sebab ketidak sanggupannya kelak. 

Dalam hal ini yang akan sanggup untuk melakukan ibadah yang telah dijalankan oleh para wali itu hanyalah hamba-hamba yang telah mendapatkan hidayah dari Allah SWT. saja. 

Bahwa yang merupakan suatu tugas yang harus dipikul ke atas pundak hamba-hamba Allah SWT. yang beriman serta sholeh di dalam melaksanakan ibadah dengan secara sungguh-sungguh, tertib, disiplin dengan penuh keikhlasan, karena iba¬dah itu dikerjakan semata-mata hanyalah untuk mencari ridla Allah SWT. serta kasih sayang-Nya., untuk itu sangatlah perlu untuk diperhatikan atau dipahami benar oleh hamba-hamba Allah SWT.. 

Ibadah seorang hamba itu akan bertambah meningkat, sehingga ia sampai kepada derajat ma'rifat yang dituntut dan juga dicarinya, semua itu berkat Hidayah, Rahmat dan Taufiq dari Allah SWT.