Tingkatan Sifat Iradah

Ada tiga tingkatan atau derajat mengenai iradah yaitu antara lain adalah : 

1) Berdasarkan pada kebenaran ilmu, maka meninggalkan suatu kebiasaan dan bergantung kepada napas orang- orang yang telah melakukan suatu perjalanan serta yang telah dibarengi dengan tujuan yang benar, meninggalkan teman yang telah membuat dirinya sibuk serta meninggalkan ikatan kampung halaman. Arti dari meninggalkan kebiasaan itu adalah meninggalkan hawa nafsu serta syahwat, yang mana sebelumnya biasa dilakukan, yang tidak bisa dilakukan kecuali dengan diser-tai ilmu, sebab ilmu itu adalah merupakan cahaya yang telah menerangi seseorang, supaya dia dapat mengutamakan akan tujuannya, dan barangsiapa yang tidak disertai dengan ilmu, maka iradahnya itu tidak akan menjadi benar. 

Syaikh telah bergantung kepada napas orang-orang yang melakukan suatu perjalanan dan bukan ke napas ahli ibadah, sebab ahli ibadah itu hanya sebatas untuk melaksanakan suatu amal, sedangkan seorang yang telah melakukan suatu perjalanan itu lebih untuk memperhatikan suatu keadaan. Sedangkan arti dari meninggalkan teman yang telah membuat dirinya menjadi sibuk serta melepaskan ikatan kampung halaman ialah menggambarkan berbagai macam bentuk rintangan. 

2) Membiasakan kebersamaan dan berjalan antara menahan dan melepaskan, maka memotong keterikatan keadaan. Adapun arti dari memotong keterikatan keadaan itu ialah menolak pengaruh mu'ammalah dari hati yang bisa mendatangkan suatu kemalasan serta dapat menghambat kebersamaan dengan Allah SWT. yang telah melimpahkan semua nikmat-Nya kepada kita sebagai hamba-Nyr., sehingga seorang hamba bisa beralih dari rupa amal ke hakekat amal, naik dari Islam menuju Iman, dari Iman menuju kepada Ihsan. 

Seorang hamba yang mengadakan suatu perjalanan memang akan merasakan suatu beban serta beratnya suatu amal pada awal mulanya, sebab hatinya itu belumlah menjadi terbiasa bersama dengan sesembahannya. Seandainya seseorang itu telah menjadi terbiasa, maka dia tidak lagi mengalami keberatan atau pun kesulitan, sehingga dengan begitu ibadahnya akan menjadi suatu kesenangan dan kesukaan serta kenikmatan tersendiri, shalatnya akan menjadi kesenangan, yang mana sebelumnya hanyalah sebatas amal. Sabda Nabi Muhammad saw. yang menjadi ukuran yaitu : "Kesenanganku dijadikan dalam shalat", dan rupanya ini yang menjadi maksud dari membiasakan kebersamaan, yakni kebersamaan dengan Allah SWT.. 

Ada dua hal yang merupakan keadaan yang saling bertentangan yaitu menahan dan melepaskan, yang timbul karena rasa takut di suatu saat, dan di saat lain timbul karena harapan. Rasa takut menahannya, sedangkan harapan melepaskannya. 

3) Kebingungan yang disertai dengan Istiqomah dan memperhatikan hak dengan disertai adab.

Adapun yang maksud dari kebingungan di sini adalah tidak terpengaruh atau menoleh kepada hal-hal yang lain. Dan jika disertai dengan Istiqomah maka kebingungan itu akan menjadi bermanfaat yaitu dengan cara menjaga ilmu bukan dengan cara menyia-nyiakannya. Dan jika tidak, maka keadaan yang paling baik ialah bagaikan orang gila yang tidak lagi dituntut untuk melakukan suatu kewajiban serta tidak akan disiksa karena tidak Istiqomah. 

Jika kebingungan itu dapat mengeluarkan dirinya dari Istiqomah, maka ia ,adalah termasuk orang yang telah durhaka dan juga mengabaikan semua perintah Allah. "Karena perbuatan mabuk itu adalah suatu perbuatan yang sangat tidak bermanfaat, maka mabuk itu adalah suatu perbuatan yang sangat dilarang oleh Allah SWT.", me-nurut perkataan dari syaikhul Islam.