Prinsip-Prinsip Ketuhanan dalam Islam

Di antara prinsip-prinsip ketuhanan adalah Dialah Yang Esa, Yang Kuasa mendatangkan bahaya dan manfaat serta kuasa memberi dan menghalangi. Inilah yang mewajibkan seseorang untuk menggantungkan doa, rasa takut, harapan, serta pasrah hanya kepada-Nya. Barang siapa yang menggantungkan semua itu kepada makhluk maka ia telah menyerupakan makhluk dengan Sang Khaliq dan ia telah menjadikan sesuatu yang tidak dapat mendatangkan manfaat bagi dirinya sendiri, tidak mampu mendatangkan bahaya, kematian, kehidupan, dan tidak mampu membangkitkan, sebagai sesuatu yang lebih utama dari yang lainnya serta sebagai sesuatu yang serupa dengan Dzat yang memiliki semua itu. 

Segala urusan berada dalam genggaman Allah dan segala sesuatu kembali kepada-Nya. Apa saja yang Dia kehendaki, pasti terjadi dan apa saja yang tidak Dia kehendaki, tidak akan terjadi. Tidak ada yang kuasa mencegah apa-apa yang Dia berikan dan tidak ada yang sanggup memberikan apa-apa yang Dia cegah. Bahkan, ketika Dia telah membukakan pintu rahmat-Nya untuk hamba- Nya maka tidak ada seorang pun yang mampu menghalangi, dan jika Dia telah menutup rahmat-Nya, tidak seorang pun yang sanggup membukanya. Termasuk seburuk-buruk penyerupaan adalah menyerupakan makhluk yang lemah dan miskin dengan Sang Khaliq Yang Maha Kuasa lagi Maha Kaya. 

Di antara prinsip ketuhanan yang lain adalah kesempurnaan mutlak dari sudut mana pun. Sama sekali tidak ada cacat pada- Nya. Oleh karena itu, segala ibadah hanya ditujukan kepada-Nya. Penghormatan, pengagungan, takut, doa, harapan, taubat, tawakkal/pasrah, mohon pertolongan, ketundukan penuh, serta puncak kecintaan wajib ditujukan kepada-Nya, baik secara rasional, syar'i, maupun fitrah manusia. Itu semua tidak boleh ditujukan kepada selain-Nya. Barang siapa yang menjadikan salah satu di antara itu ditujukan kepada selain-Nya maka ia telah menyerukan selain-Nya dengan Dia. Dzat yang tiada sesuatu pun yang menyerupai-Nya dan pula tiada sekutu bagi Nya. Hal yang demikian ini adalah seburuk-buruk penyerupaan dan merupakan bentuk penyerupaan yang paling batil. Oleh karena hal ini sangat buruk dan di dalamnya mengandung unsur kezhaliman paling puncak, Allah Swt. menyatakan bahwa Dia tidak akan mengampuninya, meskipun Dia telah menetapkan sifat belas kasih pada diri-Nya.
Termasuk di antara prinsip ketuhanan lainnya adalah ibadah yang berdiri tegak di atas dua pilar yang menjadi tonggak nilai ibadah. Keduanya adalah puncak kecintaan dan puncak ketundukan. Inilah ibadah yang sempurna. Perbedaan tingkatan makhluk dalam pengabdiannya sesuai dengan kadar ukuran mereka dalam kedua pilar tersebut. 

Barang siapa yang memberikan cinta dan ketundukannya kepada selain Allah maka ia telah menyerupakan sesuatu dengan- Nya dalam hal yang hanya menjadi milik-Nya. Merupakan hal yang mustahil, jika syariat menetapkan hal tersebut. Bahkan, keburukannya sangat jelas, baik menurut fitrah maupun akal. Hanya saja, setan mengubah dan merusak akal serta fitrah kebanyakan manusia. Hanya orang yang mendapatkan kebaikan dari Allah yang akan tetap dalam fitrahnya. Allah mengutus para rasul-Nya serta menurunkan kitab-kitab-Nya kepada mereka sesuai dengan fitrah dan akal manusia sehingga mereka pun menjadi semakin bercahaya. 

Firman-Nya: 

"...Allah membimbing kepada cabaya-Nya bagi siapa saja yang Dia kehendaki....( Al-Nuur [24] : 35)" 

Prinsip ketuhanan yang lain adalah sujud. Barang siapa yang bersujud kepada selain Allah, berarti ia telah menyerupakan-Nya dengan makhluk. 

Termasuk prinsip ketuhanan lainnya adalah tawakkal/pasrah. Maka, barang siapa yang berpasrah kepada selain Allah, berani iatelah menyerupakan-Nya dengan yang lain. 

Di antara prinsip ketuhanan lain¬nya adalah taubat. Barang siapa yang bertaubat kepada selain Allah maka ia telah menyerupakan-Nya dengan selain-Nya. 

Prinsip ketuhanan lainnya adalah sumpah atas nama Allah dengan maksud menghormati dan mengagungkan. Dan, barang siapa yang bersumpah dengan selain-Nya, berarti ia telah menyerupa¬kan-Nya dengan makhluk. 

Semua itu adalah keterangan-kete¬rangan yang terkait dengan bentuk menyerupakan Dia dengan makhluk. 

Adapun yang terkait dengan bentuk menyerupakan dia sendiri dengan-Nya adalah bersikap angkuh, sombong, serta gila penghormatan dan pujian dari manusia lainnya. Orang yan seperti ini, berarti ia telah menyerupakan dirinya dengan Allah dan menyaingi-Nya dalam ketuhanan-Nya. Sungguh, ia pant: untuk dihinakan oleh-Nya dengan sehina-hinanya, direndahkc dengan serendah-rendahnya, dan Dia jadikan ia terinjak-injak oleh makhluk. 

Dalam sebuah hadits shahih, dari Rasulullah Saw. bahwa Ali; Swt. berfirman, "Keagungan adalah sarung-Ku, kesombong; adalah selendang-Ku maka barang siapa yang menyaingi-Ku dengan salah satu dari keduanya, pasti Aku menyiksanya." 

Seorang pelukis yang melukis dengan tangannya termasi manusia yang akan mendapatkan siksa paling pedih pada hari kiamat karena ia telah menyerupai Allah dalam bentuk gambar yang dibuatnya. Jika demikian maka bagaimana dengan orai yang berusaha menyerupai Allah dalam ketuhanan-Nya?! 

Nabi Saw. bersabda: "Manusia mendapat siksa paling berat pada hari kiamat adalah para pelukis. Akan dikatakan kepa mereka, 'Hidupkanlah apa-apa yang telah kau buat!" 

Dalam Shahih Bukhari dan Muslim diriwayatkan bahwa Nabi Saw. bersabda: “Allah Swt berfirman: “Adakah seseorang yang lebih zhalim daripada orang yang mencipta seperti penciptaan-Ku, cobalah membuat satu benih dan sehelai rambut saja!” 

Allah memberi peringatan dengan perumpamaan benih dan sehelai rambut sebagai ancaman atas sesuatu yang lebih besar dari keduanya. 

Pada intinya, itulah keadaan orang yang menyerupakan diri dengan Allah dalam hal membuat bentuk/penciptaan. Jika demikian, bagaimanakah kondisi orang yang menyerupakan dirinya dengan-Nya dalam prinsip ketuhanan-Nya?! Bagaimana pula orang yang menyerupakan diri dengan-Nya dalam nama yang hanya berhak dimiliki-Nya, seperti raja diraja, hakim seluruh hakim, dan yang semisal. 

Diriwayatkan dalam hadits shahih, Nabi Saw. bersabda, "Nama paling buruk di sisi Allah adalah seseorang yang memiliki nama penguasa segala penguasa atau raja diraja, padahal tidak ada raja Yang Maha Berkuasa selain Allah." 

Dalam riwayat lain disebutkan, "Orang yang paling dimurkai oleh Allah adalah orang yang diberi nama raja diraja." 

Demikianlah kemurkaan dan kemarahan Allah atas orang yang menyerupakan diri dalam nama yang hanya pantas dimiliki- Nya. Hanya Dialah Allah, Sang Raja Diraja, Sang Hakim dari seluruh hakim, dan Dialah yang menguasai seluruh penguasa serta menghakimi mereka semua. 

Apabila itu sudah jelas, tersingkaplah pokok rahasia dibalik permasalahan bahwa dosa terbesar di sisi Allah adalah buruk sangka kepada-Nya. Orang yang berburuk sangka kepada Allah benar-benar telah menyangka sesuatu yang menyimpang dari kesempurnaan-Nya Yang Maha Suci dan menyangka sesuatu yang berlawanan dengan nama dan sifat-sifat-Nya.