Tidak boleh membunuh kecuali orang yang ikut berperang

Sekalipun Islam mengizinkan berperang dalam keadaan darurat dan mendesak, namun diadakan beberapa pembatasan yang merupakan aturan permainan. Di antaranya tidak dibolehkan membunuh kecuali orang-orang yang ikut berperang, sedang yang menjauhinya sekali-kali tidak boleh dibunuh atau diganggu. Juga Islam mengharamkan membunuh wanita, anak-anak, orang-orang yang sakit, orang-orang tua, para rahib, para ahli ibadah dan orang-orang sewaan. Juga diharamkan membunuh binatang, merusak tanaman, mengotori air, dan membongkar atau merusak bangunan dan rumah-rumah. Demikian pula musuh yang sudah luka dan cedera tidak boleh dibunuh dan yang sudah lari tidak boleh dikejar. 

Perang dalam kamus Islam adalah suatu keadaan darurat yang harus dilakukannya dalam batas-batas tertentu. Ia serupa dengan praktek pembedahan yang dilakukan oleh seorang dokter terhadap seorang pasien yang tidak boleh melampaui tempat sakit yang hendak diobati. Bersabda Rasulullah saw:

 من قتل عصفورا عبثا عجّ إلى الله يوم القيامة يقول: ياربّ إنّ فلانا قتلنى عبثا ولم يقتلنى منفعة. 

“Barangsiapa membunuh seekor burung tanpa alasan, akan datanglah burung itu di hari kiamat mengadu kepada Allah dan berteriak: “Ya Tuhanku, Fulan telah membunuhku tanpa alasan dan tidak membunuhku untuk suatu manfaat”. 

Ajaran-ajaran islam 

Islam mengajarkan akhlak dan budi pekerti yang tinggi, mengarahkan kepada suatu masyarakat yang warga-warganya saling cinta mencintai, berkasih sayang, tolong menolong, berkorban satu untuk kepentingan yang lain, berlaku adil dan membuang jauh-jauh rasa egoisme dan iri hati, agar tercapailah kehidupan yang sentausa dan sejahtera, di mana manusia menganggap sesama manusia sebagai saudara. 

Islam juga menghormat kebebasan berpikir dan menjadikannya akal dan pikiran sebagai jalan dan alat untuk saling mengerti dan mengenal. Ia tidak melaksanakan sesuatu kepercayaan atau sesuatu faham kepada seseorang. Berfirmanlah Allah swt:

 “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.” (Al-Baqarah 256).

“Dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya ? Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya. Katakanlah: "Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi.” (Yunus 99-101). 

Rasulullah saw. diutus oleh Allah sebagai Rasul yang bertugas menyampaikan agama Allah kepada semua umat manusia, menuntun mereka ke jalan Allah.

“Hai Nabi, Sesungguhnya Kami mengutusmu untuk Jadi saksi, dan pembawa kabar gemgira dan pemberi peringatan, dan untuk Jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk Jadi cahaya yang menerangi.” (Al-Ahzab 45-46). 

Agama Islam beranggapan bahwa untuk mencegah terjadinya peperangan harus dicegah terjadinya penjajahan sesuatu bangsa di atas bangsa lain, ras diskriminasi yang terbawa oleh anggapan bahwa orang-orang yang berkulit putih adalah makhluk lain dari pada yang lain, yang diciptakan oleh Tuhan untuk menjadi tuan yang berkuasa sedang yang berkulit berwarna Tuhan ciptakan untuk menjadi alat dan pelayan bagi mereka. Kezaliman harus dihapus dan diberantas, keadilan dan persamaan harus ditegakkan dan diberlakukan. 

Cita-cita itu akan tercapai dengan penyebaran ajaran-ajaran yang benar serta menanamkannya ke dalam jiwa generasi muda. Demikianlah seruan yang mulia yang diserukan oleh Islam sejak empat belas abad yang lalu, yang hingga kini masih terasa segar dan patut berbekas kalau mendapat telinga-telinga yang cakap mendengar dan hati yang terbuka luas untuk kebaikan, keindahan dan kebenaran:

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. Tetapi jika kamu menyimpang (dari jalan Allah) sesudah datang kepadamu bukti-bukti kebenaran, Maka ketahuilah, bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al-Baqarah 208-209).