Sunnah-Sunnah Adzan

Sunnah adalah istilah dalam fiqih yang merujuk kepada suatu hukum dalam mengerjakan sesuatu halyang mana arti dari hukum sunnah adalah apabila sesuatu itu dikerjakan maka akan mendapatkan pahala atau dianjurkan untuk dikerjakan karena mendapatkan pahala. Adapun sunnah-sunnah adzan adalah sebagai berikut: 

1. Disunnahkan Mu’adzin hendaklah menghadap kiblat, karena kiblat adalah arah yang paling mulia, demikian sebagaimana dinukilkan sejak dulu sampai kini. 

2. Mu’adzin hendaknya suci dari hadats kecil maupun besar. Jadi, adzan makruh dilakukan oleh orang yang berhadats, lebih-lebih orang yang junub. Rasulullah SAW bersabda: كَرِهْتُاَنْاَذْكُرَاﷲَعَزَّوَجَلَّاِلاَّعَلَىطُهْرٍ٬اَوْقَالَ׃عَلَىطَهَارَةٍ(رواه ابو داود 17 وغيره) “Aku tidak suka menyebut Allah ‘Azza Wa Jalla kecuali dalam keadaan suci,” atau beliau katakan: “Dalam keadaan thaharah.” (H.R. Abu Daud: 17 dan lainnya. 

3. Dilakukan dengan berdiri, karena Nabi SAW bersabda: يَابِلاَلُ قُمْ فَنَادِ لِلصَّلاَةِ Hai Bilal, bedirilah lalu berserulah untuk shalat. 

4. Menengok kanan-kiri dengan leher –bukan dengan dada-: ke kanan ketika mengucapkan, “Hayya ‘ala ‘sh-Shalah”, dan ke kiri ketika mengucapkan, “Hayya ‘ala ‘l-Falah. Al-Bukhari (608) telah meriwayatkan:

 اَنَّ اَبَاجُحَيْفَةَ رَضِىَ ﷲُعَنْهُ قَالَ׃ رَاَيْتُ بِلاَلاً يُؤَذِِّنُ، فَجَعَلْتُ اَتَتَبَّعُ فَاهُهُنَا بِالاَذَانِ يَمِيْنًا وَشِمَالاً׃حَىَّ عَلَى الصَّلاَةِ حَىَّ عَلَى الْفَلاَحِ 

Bahwasanya Abu Juhaifah RA berkata: “Aku melihat Bilal sedang adzan. Aku memperhatikan mulutnya ke sana-ke mari sambil mengucapkan adzan, yakni ke kanan dan ke kiri: Hayya ‘ala ‘sh-Shalah, Hayya ‘ala ‘l-Falah. 

5. Mengucapkan kalimat-kalimat adzan secara tartil, yakni perlahan, karena adzan itu berarti memberitahukan kepada orang-orang yang belum hadir, jadi ucapan secara perlahan akan lebih mudah dimengerti. 

6. Mengulang adzan (tarji’), yaitu mengucapkan terlebih dahulu dua kalimat syahadat dengan suara lembut sebelum mengucapkan dengan suara keras, karena hal itu dinyatakan dalam sebuah hadits Mahdzurah RA yang diriwayatkan oleh Muslim (379) di mana terdapat kata-kata:

 ثُمَّ يَعُوْدُ فَيَقُوْلُ׃ اَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّاﷲُ

 ...................kemudian dia mengulangi ucapan: “Asyhadu alla ilaha illallah”. 

7. Tatswib dalam adzan Shubuh, yaitu mengucapkan: “Ash-Shalatu khairu ‘m-Mina ‘n-Naum,” sesudah “Hayya ‘ala ‘l-Falah,” karena gal itu dinyatakan dalam hadits riwayat Abu Daud (500). 

8. Mu’adzin hendaklah orang yang bersuara nyaring dan indah, agar dapat melunakkan hati pendengar dan membuatnya cenderung memnuhi seruan tersebut. Karena, Nabi SAW bersabda kepada Abdullah bin Zaid RA yang bermimpi mendengar adzan:

 فَقُمْ مَعَ بِلاَلٍ، فَالْقِ عَلَيْهِمَا رَاَيْْتَ فَلْيُؤَذِّنْ بِهِ، فَاِنَّهُ اَنْدَى صَوْتًا مِنْكَ (رواه ابوداود 499 وغيره

Carilah Bilal lalu sampaikan kepadanya mimpimu itu, biarlah dia yang mengumandangkannya. Karena dia lebih nyaring suaranya daripada kamu. (H.R. Abu Daud: 499, dan lainnya). 

Pengarang kita al-Mishbah berkata: Bilal lebih nyaring suaranya daripada Abdullah bin Zaid, sebagai kinayah tentang suaranya yang kuat dan indah. 

9. Di masyarakat, hendaknya mu’adzin dikenal sebagai orang yang berbudi luhur dan adil. Karena, hal itu akan lebih menjamin diterima pemberitahuannya tentang waktu. Dan juga, karena pemberitahuan dari orang fasik dan bisa diterima. 

10. Tidak memanjang-manjangkan adzan ataupun melagukannya, bahkan itu makruh hukumnya. 

11. Disunnatkan ada dua orang mu’adzin dalam satu masjid untuk adzan Shubuh. Yang seorang adzan sebelum fajar dan seorang lagi sesudah fajar. Dalilnya ialah hadits al-Bukhari (592), dan Muslim (1092):

 اِنَّ بِلاَلاً يُؤَذِِّنُ بِلَيْلٍ، فَكُلُوا وَاشْرَبُواحَتَّى تَشْمَعُواَذَا نَبْنِ اُمِّ مَكْتُوْمٍ 

Sesungguhnya Bilal adzan pada suatu malam. Maka, makan dan minumlah sampai mendengar adzan dari Abdulah bin Ummi Maktum. 

12. Bagi yang mendengar adzan disunnatkan diam dan meniru ucapan mu’adzin. 

Dalilnya ialah sabda Nabi SAW:

 اِذَاسَمِعتُمُ النِّدَاءَ فَقُولُوْا مِثْلَ مَايَقُول الْمُؤَذِّنَ(رواه البخارى 586 ومسلم 383

Apabila kamu mendengar adzan, maka ucapkanlah seperti yang diucapkan mu’adzin. (H.R. al-Bukhari: 586, dan Muslim: 383). 

Tetapi, ketika mendengar hai’alatain, maka ucapkanlah:

 لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ اِلاَّ بِاللهِ

 Tiada daya dan tiada kekuatan melainkan dengan (pertolongan) Allah jua. Adapun dalilnya ialah hadits riwaya al-Bukhari (588), dan Muslim (385), sedang lafazh hadits ini menurut Muslim:

 وَاِذَا قَالَ حَىَّ عَلَى الصَّلاَةِ، قَالَ: لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ اِلاَّ بِاللهِ، وَاِذَا قَالَ حَىَّ عَلَى الْفَلاَحِ، قَالَ: لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ اِلاَّ بِاللهِ

 ..........dan apabila mu’adzin mengucapkan, “Hayya ‘ala ‘sh-Shalah”, maka pendengar mengucapkan, “La haula wala quwwata illa billah”, dan apabila mu’adzin mengucapkan, “Hayya ‘ala ‘l-falah”, maka pendengar mengucapkan, “La haula wala quwwata illa billah”. Sedang dalam hadits lain dikatakan bahwasanya:

 مَنْ قَالَ ذَلِكَ مِنْ قَلْبِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ 

Barangsiapa mengucapkan seperti itu dari hatinya, maka dia akan masuk surga. Sedang ketika mendengar tatswib, disunnatkan mengucapkan:

 صَدَقْتَ وَبَرِرْتَ 

Kamu benar dan baik. Maksudnya, benarlah kamu dengan seruanmu kepada ketaatan, dan bahwa shalat itu lebih utama daripada tidur, sedang kamu menjadi orang yang baik 

13. Berdo’a bershalawat atas Nabi SAW sesudah adzan

Doa dan shalawat ini disunnatkan bagi mu’adzin dan pendengarnya, setelah usai dari adzan, yaitu dengan shalawat dan doa yang berasal dari beliau SAW. dan beliau anjurkan kia membacanya. Muslim (384) dan lainnya telah meriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr RA, bahwa dia mendengar Nabi SAW bersabda:

 اِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُوْلُوا مِثْلَ مَايَقُولُ، ثُمَّ صَلُّواعَلَىَّ، فَاِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىََّ صَلاَةً صَلَّى ﷲُ بِهَا عَلَيْهِ عَشْرًا، ثُمَّ سَلُوﷲَ لِى الْوَسِيْلَةَ فَاِنَّهَا مُنْزِلَةٌ فِى الْجَنَّةِ، لاَتَنْبَغِى اِل اَّلِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ ﷲِ، وَاَرْجُواَنْ اَكُوْنَ هُوَ،فَمَنْ سَأَلَاﷲَ لِىَ الْوَسِيْلَةَ حَلَّتْ عَلَيْهِ الشَّفَاعَةُ 

Apabila kamu mendengar mu’adzin, maka ucapkanlah seperti apa yang dia ucapkan, kemudian bershalawatlah kepadaku. Karena sesungguhnya barangsiapa bershalawat kepadaku satu kali, maka Allah merahmati dia karenanya sepuluh kali. Sesudah itu, mintalah kepada Allah wasilah untukku. Sesungguhnya wasilah adalah suatu kedudukan dalam surga, yang hanya patut untuk salah seorang di antara hamba-hamba Allah. Sedang aku berharap akulah yang menjadi hamba itu. Oleh karena itu, barangsiapa meminta kepada Allah wasilah untukku, maka pastilah dia mendapat syafaatku. 

Begitu pula diriwayatkan oleh al-Bukhari (579) dan lainnya, dari Jabir RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

 مَنْ قَالَ حِيْنَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ׃ اَللَّهُمَّ رَبَّهَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ، اَتِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةََ وَالْفَضِيْلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِى وَعَدْتَهُ، حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ 

Barangsiapa mengucapkan, ketika mendengar adzan, “Allahumma Rabba hadzihi ‘d-da’wati ‘t-tammati wa ‘sh-shalati ‘l-qa’imah, ati Sayyidina Muhammadanil-wasilata wa ‘l-fadhillata wa ‘b’atshu maqaman mahmudan illadzi wa’adtahu” (Ya Allah, pemilik seruan yang sempurna dan shalat yang akan tegak ini, berilah junjungan kami, Muhammad wasilah dan keutamaan, dan tempatkanlah dia pada suatu kedudukan yang mulia, yang telah engkau janjikan) maka dia pasti memperoleh syafaatku pada hari kiamat. 

Ad-Da;watu ‘t-tammah: Seruan sempurna, yaitu seruan Tauhid yang takkan mengalami perubahan maupun penggantian. 

Al-Fadhilah: keutamaan. Maksudnya martabat yang melebihi semua makhluk Allah. Maqaman mahmudah: kedudukan yang terpuji, dimana orang yang mendudukinya menjadi orang yang terpuji. 

Alladzi wa’adtahu: yang telah engkau janjikan. 

Allah SWT memang menfirmankan:

Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji. (Q.S. al-Isra’: 79) 

Mu’adzin mengucapkan doa dan shalawat atas Nabi SAW dengan suara yang lebih rendah daripada suara adzan, dan terpisah daripadanya, sehingga orang tidak menyangka bahwa doa dan shalawat itu termasuk bacaan adzan.