Kewajiban negara terhadap fakir miskin

Negara berkewajiban melindungi para fakir miskin yang berada di daerah kekuasaannya dan bertanggung jawab atas keselamatan dan kelestarian hidup mereka. Dan untuk memenuhi kewajiban itulah sejarah Islam mencatat bahwa Saiyidina Abubakar, khalifah pertama, telah mengangkat senjata terhadap orang-orang yang mengingkari kewajiban berzakat dan enggan memenuhinya. Berkatalah beliau: 

“Demi Allah, andaikan orang-orang enggan menyerahkan kepadaku sepotong iqal (tali) seperti yang biasa mereka serahkannya kepada Rasulullah (guna kewajiban zakat), niscaya aku akan memerangi mereka karena pengingkaran itu.” “Dan demi Allah” berkata selanjutnya Abubakar r.a., “Aku akan memerangi orang-orang yang membeda-bedakan antara kewajiban shalat dan kewajiban zakat, karena zakat itu adalah haknya harta.” Berkata Ibnu Haz’m: “Menjadi kewajiban atas orang-orang kaya dari suatu negara untuk memenuhi kebutuhan para fakir-miskinnya. Penguasa negara dapat memaksakan kewajiban itu kepada mereka, jika hasil uang zakat maupun simpana Baitul-mal tidak mencukupi untuk menutup kebutuhan itu, yang mencakup kebutuhan sandang, pangan dan temapt berteduh. 

Berfirman Alah swt.:

“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan.” (Al-Isra’ 26)

“Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. “(An-Nisa 36). 

Maka Allah telah mewajibkan pemberian haknya orang miskin, anak yatim, ibnussabil dan haknya hamba-sahaya. Juga Allah mewajibkan orang berbuat baik dan berlaku sopan terhadap kedua bapak-ibu, dan kepada para kerabat yang dekat maupun yang jauh. 

Allah swt. berfirman: 

"Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?" Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak Termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan Kami tidak (pula) memberi Makan orang miskin.” (Al-Muddatsir 42-44). 

Dalam ayat tersebut Allah telah menggandengkan kewajiban shalat dengan kewajiban memberi makan kepada orang miskin. 

Bersabda Rasulullah saw.:

 من لا يرحم النّاس لا يرحمه الله. 

“Barangsiapa tidak mengasihi orang, ia tidak dikasihi oleh Allah.” 

Maka barangsiapa mempunyai kelebihan makanan atau pakaian dan membiarkan sesama saudara muslimnya yang dia ketahui berada dalam keadaan lapar dan tidak berpakaian tidak ditolong, maka ia termasuk orang yang tidak mengasihi sesama manusianya. 

Berkata Ibnu Umar r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda:

 المسلم أخوالمسلم لايضلمه ولايسلمه

“Seorang muslim saudara bagi sesama muslim, tidak boleh menganiayanya atau membiarkannya (tidak ditolong). 

Artinya jika ia membiarkannya kelaparan atau tidak berpakaian padahal ia dapat menolongnya maka ia telah menyalahi maksud hadits tersebut. 

Berkata Abu Said Alkhudari bahwa Rasulullah saw. bersabda: 

من كان معه فضل ظهر فليعد به على من لاظهر له ومن له فضل من زاد فليعد على من لا زاد له، قال فذكر من أصناف المال حتّى رأينا أنّه لا حقّ لأحد منّا فى الفضل

“Barangsiapa mempunyai kelebihan kendaraan hendaklah memberikannya kepada orang yang tidak mempunyai kendaraan dan barangsiapa mempunyai kelebihan makanan bekal hendaklah memberikan kepada yang tidak mempunyai bekal”. 

Seterusnya Rasulullah menyebut beberapa macam benda sehingga kita mengira bahwa kita tidak berhak lagi atas segala apa yang berupa sisa, kata Abu Said. 

Berkata Abu Musa Al-Asy’ari r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda: 

فى المال حقّ سوى الزّكاة

“Pada harta milik ada hak-hak lain di samping hak zakat.” 

Berkata Asysya’bi, Mujahid dan Thawus: “Tidak halal-lah bagi seorang muslim dalam keadaan terpaksa memakan bangkai atau daging babi jika ia masih bisa mendapat sisa makanan pada sahabatnya yang muslim atau sahabatnya yang kafir dzimmi. Karena wajiblah orang yang masih mempunyai makanan itu memberi makan seorang yang lapar. Bahkan jika ia menolak untuk memberi makan, dalam keadaan yang demikian itu, dan sampai di bunuh oleh si lapar, maka ia termasuk golongan penganiayaan yang diizinkan oleh Allah untuk dibunuhnya, sebagaimana tercantum dalam ayat ini: 

أطعموا الجائع وعودوا المريض وفكّوا العاني

“Berilah makan kepada orang yang lapar, jenguklah orang yang sakit dan lepaskanlah orang yang ditawan.” 

Berkata Ali r.a.: “Sesungguhnya Allah swt. telah menentukan haknya orang-orang fakir dalam harta orang-orang kaya, maka jika orang-orang fakir itu sampai kelaparan atau tidak berpakaian atau hidup sengsara, dikarenakan penolakan orang-orang kaya memberi pertolongan dan penguluran tangan, menjadi haknya Allah minta pertanggung jawab di hari kiamat serta mengazab mereka atas pelanggaran itu.” 

Berkata Ibnu Umar r.a.:

“Kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah.” (Al-Hujurat 9). 

Maka orang yang menolak menyerahkan hak kepada yang empunya, ia berarti memperkosa haknya sahibulhak dan karena itu ia termasuk golongan yang menganiaya yang diizinkan oleh Allah untuk diperangi. Dan dengan alasan itu pulalah Saiyidina Abubakar Assiddiq mengangkat senjata dan memerangi orang-orang murtad yang menolak mengeluarkan zakat, setelah Rasulullah saw. wafat. 

Sesungguhnya agama Islam dengan ajaran-ajarannya yang diwahyukan oleh Allah swt. kepada Rasul-Nya, jauh telah mendahului ajaran-ajaran dan teori-teori yang diciptakan oleh manusia di bidang ketata-masyarakatan. Ajaran-ajaran Islam menjaminterciptanya kemakmuran yang merata dalam sesuatu masyarakat dan kerukunan yang harmonis di antara sesama warganya.