Jangkauan syari’at islam

Syari’at (hukum-hukum Islam) menjangkau semua hajat kebutuhan umat, ia mengatur cara-cara beribadah, hak-hak azasi perorangan, tata cara pergaulan hidup, cara-cara berusaha (ekonomi), peraturan dalam peperangan, ketata negaraan dan semua bidang yang menjadi kebutuhan umat dalam mengatur dan menangani urusan-urusan dalam dan luar negeri. 

Dengan terjangkaunya semua bidang dalam kehidupan manusia, maka umat Islam tidak membutuhkan peraturan-peraturan lain, di luar syari’at Islam, bahkan sebaliknya hukum-hukum Islamlah yang masih dibutuhkan untuk mencapai terwujudnya masyarakat yang sempurna, adil dan makmur. 

Firman Allah swt.: 

“Dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (An-Nahl 89).

“Dan Apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) sedang Dia dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam (Al Quran) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman.” (Al-Ankabuut 51). 

Tujuannya 

Di antara tujuan-tujuan penetapan hukum-hukum syari’at, ialah: 

1) Mendewasakan dan meningkatkan derajat tiap pribadi secara jasmani dan rohaniah dengan jalan pendidikan dan pengajaran.

“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata” (Al-Jumu’ah 2). 

2) Melindungi maslahatnya orang banyak dengan menegakkan keadilan di antara mereka:

“Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (Al-Hadiid 25). 

3) Pada umumnya hukum-hukum syari’at bertujuan melindungi agama, jiwa, akal, turunan dan harta milik. Dan dengan melindungi lima perkara itu terlindung pula maslahatnya orang perorangan dan maslahatnya orang banyak. Karena dengan terlindunginya agama, tercegahlah kemerosotan akhlak dan budi pekerti serta hawa nafsu yang angkara murka. 

Dan dengan terlindunginya jiwa berarti terlindunginya kehidupan dan segala hak-haknya, sehingga bebaslah bakat-bakat yang terkandung dalam jiwa manusia untuk berkembang tanpa dihalang-halangi. 

Perlindungan terhadap akal, ialah dengan menjauhkan segala apa yang dapat melemahkannya atau berbekas buruk kepadanya. 

Perlindungan terhadap turunan, dimaksud untuk menumbuhkan suatu generasi yang baik, kuat dan sehat badan, akal, agama dan aklhlaknya. 

Melindungi harta milik dengan menunjukkan cara-cara yang halal untuk memperolehnya atau menafkahkannya, menumbuhkannya serta menyimpannya di tempat yang aman di tangan yang amanat. 

Penyaksian ulama barat 

Berkata seorang guru falsafah dari Barat: “Bahwa sesungguhnya dalam peraturan-peraturan dan hukum-hukum Islam ada kecenderungan yang memungkinkannya bertumbuh, bahkan karena keluwesannya dan kecenderungannya untuk berkembang dan bertumbuh ia lebih baik dari banyakj peraturan-peraturan yang menyerupainya. 

Karenanya aku merasa berhak dan tidak salah bila aku nyatakan di sini bahwa syari’at Islam memiliki banyak unsur-unsur yang menjadi syarat mutlak bagi kebangkitan dan kemajuan. 

Mudah dan gampang 

Hukum-hukum syari’at Islam yang mencakup semua segi kehidupan mudah dipahami dan tidak sukar untuk diamalakan dan dilaksanakannya. Firman Allah swt.:

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (Al-Baqarah 185).

 “Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (Al-Hajj 78). 

Bersabda Rasulullah saw.: بعثت الحنيفيّة السّمحة. “Aku telah diutus dengan agama yang luwes.

 إنّ الدّين يسر ولن يشادّ الّذين أحد إلاّ غلبه

“Sesungguhnya agama adalah mudah, dan tiada seorang yang menentangnya melainkan ia akan dikalahkan”. 

Anggapan yang keliru 

Tidak dapat dikatakan bahwa memperlakukan hukum-hukum syari’at Islam oleh sesuatu bangsa dalam suatu negara adalah suatu kemunduran dan bertentangan dengan kemajuan zaman. Karena sebagaimana telah kami katakan bahwa hukum-hukum Islam itu telah luwes dan dapat bertumbuh dan berkembang sejalan dengan kebutuhan zaman dan masa. Juga tidak dapat dijadikan alasan bahwa karena adanya orang-orang yang bukan muslim menjadi penduduk suatu negara, maka hukum-hukum Islam tidak patut diterapkan di negara itu. Hal mana telah dibuktikan kekeliruannya oleh sejarah pemerintahan-pemerintahan Islam sejak zaman Rasulullah, dimana warga-warga negara Yahudi, Nasrani, Majusi dan lain-lain yang tidak beragama Islam mendapat perlindungan yang sama, dapat mempertahankan agama dan adat istiadat masing-masing tanpa gangguan atau tekanan sedikitpun. Mereka bebas melakukan upacara-upacara keagamaan dan adat isitadat mereka yang terkenal itupun mengakui kebenaran ini dengan berkata: “Dunia tidak mengenal penakluk yang lebih adil dan lebih berbelas kasihan dari orang-orang Arab (Islam)”. 

Dan sebagai bukti pula bahwa hukum-hukum Islam dapat diterapkan di mana saja dan pada masa apa saja, ialah apa yang telah diputuskan oleh Konferensi Internasional di Den Haag tahun 1932 bahwa syari’at Islam adalah salah satu dari empat sumber yang dijadikan pedoman bagi penyusunan undang-undang dan hukum Internasional. Yaitu buku undang-undang kerajaan Inggris, Jerman, Prancis dan Syari’at Islam. 

Sesungguhnya Allah swt. telah menyempurnakan syari’at kita dan menjadikannya sebagai cahaya penuntun. Maka suatu kebodohan dan kesesatanlah jika kita berpaling dari cahaya Allah dan membutakan mata terhadap tuntunannya. 

Diceritakan bahwa seorang Yahudi datang pada suatu waktu bertemu dengan Saiyidina Umar r.a. dan berkata kepada beliau: “Telah turun bagi kamu, para muslimin, sebuah ayat, andai kan syair itu turun bagi kami orang-orang Yahudi, niscaya akan kami jadikan hari turunnya itu suatu hari raya besar”. Bertanya kepadanya Umar: “Apakah ayat itu?” Sang Yahudi menjawab: “ialah ayat: 

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu.” (Al-Maidah 3). 

 Lalu berkatalah Umar: “Sungguh demi Allah aku mengetahui dan ingat hari dan saat turunnya ayat itu pada Rasulullah saw. yaitu pada waktu senja hari jum’at, bertepatan hari Arafah, hari mana adalah sudah merupakan hari raya bagi umat Islam tiap tahunnya”.