Tanda-Tanda Hasil Pendidikan Agama

Pendidikan agama yang berhasil tanpak tanda-tandanya dalam sikap pribadi seseorang dan dalam tingkah lakunya di dalam pergaulan, antara tanda-tanda itu, ialah bahwa seorang yang telah mendapat pendidikan agama, selalu dalam percakapannya memilih kata-kata yang halus sopan dan tersusun rapi. 

Allah berfirman: 

“Dan Katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: "Hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (Al-Israa’ 53) 

Selain ia mengucapkan kata-kata yang baik, ia cakap mendengar kata-kata orang lain, menyaring apa yang didengarnya kemudian melaksanakan yang terbaik dari apa yang didengar itu.

“Sampaikanlah berita itu kepada hamba- hamba-Ku, yang mendengarkan Perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. mereka Itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah orang-orang yang mempunyai akal.” (Azzumar 18). 

Agamawan yang sejati melindungi hatinya dari gangguan dan permainan hawa nafsu, dan selalu berusaha untuk mencapai tingkat yang tertinggi dalam bidang taqwa. Cita-citanya tinggi dan jiwanya besar enggan memperdulikan soal-soal kehidupan yang sepele dan sanggup menempuh kesukaran dan kesusahan dalam mencapai tujuan mulianya. 

Pendidikan agama menghasilkan juga dalam diri seseorang sifat kemauan yang keras dan keberanian moral untuk membela kebenaran dan membela keadilan, sifat kesabaran atas segala ujian dan menghadapi segala kemungkinan, sebagaimana firman Allah swt.: 

“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (Ali Imran 200). 

Rasulullah saw. selalu menerima bai’at (janji) dari para sahabanya bahwa mereka akan mengucapkan apa yang haq dan benar dan bahwa mereka di jalan Allah tidak takut dari celaan pencela. 

Orang yang mendapat pendidikan agama tidak akan menganggurkan akal dan fikirannya, tetapi akan menggunakannya merenungkan dan memikirkan apa yang dihadapinya tentang ilmu pengetahuan, tentang keadaan alam semesta, tentang kehidupan dan sela-selanya. Ia tidak akan percaya kepada khayal dan tidak akan menentukan sesuatu dengan jalan kira-kira atau sangka, tetap segalanya akan dipelajari dengan otaknya sampai ia memperoleh hasil yang meyakinkan. 

Allah swt. berfirman: 

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.”( Al-Israa’ 36) 

Artinya, janganlah engkau katakan “aku tahu” padahal engkau tidak tahu, aku dengar, padahal engkau tidak dengar, aku lihat, padahal engkau tidak melihat. Karena Allah akan menanya manusia tentang apa yang ia dengar, lihat dan ketahui. 

Bahkan pendidikan agama dapat membawa orang ke tingkat di mana ia meremehkan kehidupan dan sanggup mengorbankan jiwa raganya dan segala apa yang dimilikinya untuk penyebaran aqidah dan kebenaran dan untuk kemenangan kepercayaan yang ia anutnya. 

Diriwayatkan bahwa Anas bin Annadhar , salah seorang sahabat Rasulullah ketinggalan tidak turut serta dalam perang Bad’r. Ia merasa sangat menyesal dan sedih hati karena tidak dapat turut serta dalam peperangan pertama yang dihadiri dan disaksikan oleh Rasulullah sendiri. Berkata ia: “Sungguh bila Allah memberiku kesempatan kelak bersama Rasulullah memasuki medan perang, akan kutunjukkanlah kepada Allah bagaimana aku berbuat – bertempur.” 

Harapan dan keinginan Anas tidak terkabul sewaktu Rasulullah berhadapan dengan pihak musyrikin Quraisy dalam perang Uhud. Anas yang kali ini turut serta dalam barisan Rasulullah telah memperlihatkan keberaniannya dan kecakapan bertempurnya, di mana ia telah jatuh syahid setelah membinasakan dan merenggut nyawa puluhan orang dari pihak musuh. Menurut cerita, telah didapat pada sosok tubuh Anas tidak kurang dari delapan puluh bekas tusukan pedang dan tikaman tombak, sehingga saudara perempuannya berkata ketika menjenguknya: “Hampir-hampir aku tidak mengenal kakakku, coba tidak melihat jarinya.” Anas sudah merasa atau memang ia berharap akan mati syahid, tatkala ia berkata kepada Sa’ad in Mu’aadz sejenak sebelum maju ke medan: “Wahai, aku telah mencium baunya syurga.” 

Maka patutlah bahwa Anas dan kawan-kawannya sahabat Rasulullah yang telah berjuang mati-matian dalam perang Uhud mendapat pujian dari Allah dam firmannya: 

“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; Maka di antara mereka ada yang gugur. dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merobah (janjinya)” Al-Ahzaab 23)