Mengusap Sepatu dalam Wudlu

Pengertian SEPATU 

Al-Khuffani adalah tatsniyah dari khuff. Dan yang dimaksud ialah sepasang sepatu tinggi yang menutupi dua mata kaki, terbuat dari kulit. Sedang kedua mata kaki (al-Ka’bani) tersebut di atas, yang dimaksud ialah tulang yang menonjol pada persendian betis. 

HUKUM MENGUSAP SEPATU 

Mengusap sepatu tinggi merupakan keringanan (rukhshah) yang diperbolehkan bagi laki-laki maupun perempuan dalam keadaan apapun di musim dingin maupun di musim panas, ketika bepergian maupun di negeri sendiri, di kala sehat maupun sakit. Dan hal ini merupakan pengganti dari membasuh kedua kaki dalam berwudhu’. 

DALIL YANG MEMPERBOLEHKAN MENGUSAP SEPATU 

Adapun dalil yang memperbolehkan mengusap sepatu ialah praktek yang dilakukan Nabi SAW: Menurut Jabir bin Abdullah al-Bajli RA: 

رَاَيْتُ النَّبِيَّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَالَ، تَوَضَّأَ ومَسَحَ عَلَى خُفَّيْهِ(رواه البخارى 1478 ومسلم 272

Pernah saya melihat Nabi SAW buang air kecil, kemudian berwudhu seraya mengusap sepasang sepatu tingginya. (H.R. al-Bukhari: 1478 dan Muslim: 272). 

SYARAT-SYARAT MENGUSAP SEPATU 

Agar diperbolehkan mengusap sepatu, ada lima perkara yang dipersyaratkan: 

  • Hjendaklah kedua sepatu itu dipakai sesudah melakukan wudhu’ dengan sempurna: 
Dari al-Mughirah bin Syau’bah RA, dia berkata:
كُنْتُ مَعَ النَّبِيَّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى سَفَرٍ، فَاَهْوَيْتُ ِلاَنْزِعَ خُفَّيْهِ، فَقاَلَ: دَعْهُمَا فَاِنّى اَدْخَلْتُهُمَا طَاهِرَتَيْنِ فَمَسَحَ عَلَيْهِمَا (رواه البخارى 203 ومسلم 274
Pernah saya menyertai Nabi SAW dalam suatu perjalanan. Maka, saya menunduk untuk melukar kedua sepatu beliau, namun beliau bersabda: “Biarkan keduanya, karena aku sesungguhnya telah memasukkan kedua kakiku dalam keadaan suci.” Lalu beliau mengusap kedua sepatunya itu.. (H.R. al-Bukhari: 203, dan Muslim: 274). 
  • Kedua sepatu itu hendaknya menutupi semua bagian yang wajib dibasuh dari telapak kaki. Karena, kedua sepatu itu baru bisa disebut khuffain bila demikian keadaannya. 
  • Tidak bisa ditembus oleh air sampai ketelapak kaki, selain dari lubang jahitan. 
  • Cukup kuat untuk berjalan terus-menerus sehari-semalam bagi orang yang tidak bepergian, dan tiga hari-tiga malam bagi orang yang berpergian. 
  • Kedua-duanya suci, sekalipun dibuat dari kulit bangkai yang telah disamak. Karena sebagaimana yang telah diterangkan di atas, bahwa kulit bangkai itu bisa menjadi suci, dengan cara disamak. 

LAMANYA MENGUSAP SEPATU 

Adapun lamanya diperbolehkan mengusap sepatu adalah sehari-semalam bagi orang yang tidak bepergian, dan tiga hari tiga malam bagi orang yang tidak berpergian jauh: 

Diriwayatkan oleh Muslim (276) dan lainnya, dari Syarih bin Hani’, dia berkata:

 اَتَيْتُ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا اَسْاَلُهَا عَنِ الْمَسْحِ عَلَى الْخُفَّيْنِ فََقَالَتْ اِئْتِ عَلِيًّا فَاَِنَّهُ اَعْلَمُ بِهَذَا مِنِّى، كَانَ يُسَافِرُ مَعَ رَسُوُلِ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلْتُهُ فََقَالَ: جَعَلَ رَسُوُلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلاَثَةَ اَيَّامٍ وَلَيَالِيَهُنَّ لِلْمُسَافِرِ، وَيَوْمًا وَلَيْلَةً لِلْمُقِيْمْ 

Pernah saya datang kepada ‘Aisyah RA menanyakan tentang mengusap sepatu. Maka dia berkata; “Datanglah kepada Ali, karena dia lebih tahu mengenai ini daripada aku. Dulu dia bepergian bersama Rasulullah SAW”. Oleh karena itu saya bertanya kepada Ali, maka ia menjawab: “Rasulullah SAW mengizinkan tiga hari-tiga malam bagi orang yang bepergian jauh, dan sehari-semalam bagi orang yang tidak bepergian.” 

Demikianlah, akan tetapi, orang yang memulai usapannya di negeri sendiri kemudian melakukan perjalanan, maka dia hanya boleh mengusap sehari semalam. Dan orang memulai usapannya ketika bepergian kemudian sampai di negerinya sendiri, maka dia mengusap seperti halnya orang yang tidak bepergian. Karena pada dasarnya dia telah berada di negerinya sendiri, sedang mengusap sepatu itu keringanan (rukhshah). Oleh karenanya, yang diambil ialah yang lebih hati-hati. 

MULAINYA MASA PENGUSAPAN 

Masa pengusapan dimulai sejak hadats sesudah mengenakan sepatu. Artinya, apabila seseorang berwudhu’ untuk shalat subuh, lalu dia mengenakan sepatu, kemudian dia baru berhadats di kala terbitnya matahari, maka masa pengusapan dimulai sejak terbitnya matahari. 

CARA MENGUSAP SEPATU 

Yang wajib adalah mengusap sebagian, sekalipun sedikit, dari bagian atas sepatu . Jadi, tidak cukup hanya mengusap bagian bawahnya saja. Tapi, disunnahkan mengusap bagian atas dan bawahnya membentuk garis-garis, yakni letakkanlah jari-jari tangan kanan dipencarkan pada bagian depan sepatu di sebelah atasnya, sedang jari-jari tangan kiri di bagian belakang sepatu sebelah bawah. Kemudian, tariklah tangan kanan ke belakang, sedang tangan kiri tarik ke depan. 

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PENGUSAPAN 

Mengusap sepatu tidak lagi diperbolehkan, apabila terjadi slah satu dari tiga perkara: 
  • Kedua sepatu atau salah satunya terlepas atau sengaja dilepas. 
  • Masa diperbolehkannya mengusap telah habis. Jadi, apabila masanya telah habis, sedang keadaan masih punya wudhu’, maka sepatu itu dilepaskan, lalu basuhlah kaki seperti biasa, kemudian dimasukkan lgi ke dalam sepatu. Tapi kalau tidak punya wudhu’, maka berwudhu’lah, sesudah itu kalau mau, pakailah lagi sepatu itu. 
  • Terjadi suatu hal yang mewajibkan mandi. Jadi, kalau berkewajiban mandi, kaki ikut pula dimandikan, karna mengusap sepatu itu pengganti membasuh kaki dalam wudhu’, bukan dalam mandi. 

Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (96), dan an-Nasa’i (1/83) –dan lafazh hadits ini menurut an-Nasa’i- dari Shafwan bin ‘Asssal RA, dia berkata:

 كاَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلّىَ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُنَا اِذَاكُنَّا مُسَافِرِيْنَ: اَنْ نَمْسَحَ عَلَى خِفَافِنَا، وَلاَ نَنْزِعَهَا ثََلاَثَةَ اَيَّامِ، مِنْ غَائِطٍ وَبَوْلٍ وَنَوْمٍ اِلاَّ مِنْ جَنَابَةٍ 

Rasulullah Saw menyuruh kami, apabila kami dalam perjalanan, mengusap sepatu-sepatu kami dan tidak melukarnya selama tiga hari, baik karena buang air besar dan kecil maupun tidur, kecuali karena janabat. 

Dan janabat adalah termasuk hal-hal yang mewajibkan mandi, sebagaimana akan diterangkan nanti.